Friday, February 26, 2010

manfaat belajar sosiologi

Tidak sedikit mahasiswa baru sosiologi, bahkan yang lama sekalipun bertanya-tanya tentang apa guna ilmu yang dipelajarinya? Apa hubungan sosiologi dengan kehidupan nyata, alias dunia profesi yang akan dihadapinya. Tulisan ini dibuat untuk meningkatkan motivasi pribadi dan sekaligus nilai-nilai sosial pendukung setiap maha-siswa sosiologi dalam mempelajari ilmunya. Bahwa ternyata cukup banyak hal yang bisa dilakukan setelah mempelajari sosiologi, tentu dengan usaha serius.

Asal Mula ‘Sosiologi’

Sudah banyak tokoh yang mencoba mengamati manusia dan masyarakat. Mulai Konfusius (551-479 SM) di Cina; Plato (427-347 SM) dan Aristoteles (384-322 SM) di Yunani; Ibn Kaldun (1332-1406) di Arab; bahkan sastrawan ternama dari Inggris William Shakespeare (1564-1616) pun telah membuat refleksi tentang kehidupan manusia pada jamannya masing-masing. Namun, tokoh-tokoh tersebut masih lebih tertarik untuk membayangkan masyarakat yang ideal atau masyarakat yang seharusnya, tanpa melihat masyarakat sebagai apa adanya. Suatu pendekatan yang positivis memang, namun itu adalah lajur yang mungkin harus ditempuh untuk mencapai pada tahap-tahap selanjutnya.

Barulah pada tahun 1838 seorang pe-mikir Perancis Auguste Comte (1798-1853) mematenkan istilah ‘sosiologi’ sebagai cara baru melihat dunia, khususnya masyarakat yang menghidupi dunia itu. Comte menawarkan sebuah cara pandang melihat masyarakat sebagai apa adanya (yang kemudian terkenal dengan aliran positivism). Positivism berusaha menjelaskan sesuatu objek dari apa yang tampak. Positivism, dalam perkembangannya, mendapat kritik tajam dari pemikir. Kemudian muncul aliran baru bernama post-positivism, yang menjelaskan obyek dari hal-hal yang tak tampak. Pertanyaannya dasarnya, “Ada apa di balik peristiwa itu?”

Dari sini kita bisa melihat sosiologi bukanlah ilmu yang statis dan kaku (sak-klek), melainkan selalu dinamis dan bergerak menyesuaikan dengan konteks tempatnya hidup. Bagi sosiolog, permasalahan teknis yang dihadapi bukanlah menentukan aliran mana yang paling tepat untuk digunakan (positivism atau post-positivism), melainkan bagaimana memadukan aliran-aliran yang ada tersebut untuk mendapatkan pemahaman lebih menyeluruh tentang masyarakat.

Perkembangan Sosiologi

Sosiologi terus berkembang pesat sejalan dengan perubahan sosial yang terjadi sangat cepat sejak abad ke-17 sampai sekarang. Setidaknya, ada tiga hal yang menjadi variabel penyebab percepatan itu, yaitu:

(1) Pertumbuhan penduduk yang sangat pesat. Sampai 1990, bumi ini telah dihuni lebih dari 5,5 milyar manusia. Di Indonesia sendiri, sampai saat ini, sudah lebih dari 200 juta penduduk. Semakin banyak manusia makin kompleks pula interaksi dan masalah sosial yang bakal terjadi. Di sinilah sosiolog dituntut untuk tidak pernah ‘lelah’ untuk terus mengikuti perubahan sosial dan menjelaskannya;

(2) Inovasi teknologi yang terus berganti. Mulai dari terjadinya Revolusi Industri (yaitu penggunaan teknologi dalam industri) mengakibatkan manusia yang bertambah banyak itu kehilangan pekerjaan, masalah sosial baru bermunculan pesat. Hubungan manusia dan teknologi merupakan kajian menarik yang bisa digali lebih dalam, karena pada per-kembangan dan pembuatan teknologi (termasuk di dalamnya adalah budaya atau ‘aturan main’ yang menentukan perilaku) telah menjadi ‘tujuan’ tindakan manusia, bukan sebagai ‘sarana’ untuk mencapai tujuan hidup (Habermas, 1990). Apalagi kini perkembangan teknologi informasi telah mengubah secara drastis pola-pola interaksi sosial antar-manusia, dari face to face menuju via mass media. Model interaksi baru semacam ini telah menggeser hampir keseluruhan pandangan sosiologis ten-tang bagaimana manusia melakukan ‘kontak’ dan ‘komunikasi’, berinteraksi kata sosiolog Indonesia Soerjono Soekanto. Padahal, dalam pertemuan face to face terkadang masih dibutuhkan dalam interaksi (dan terkadang model inilah yang paling menentukan);

(3) Perubahan suhu politik ilmu pengetahuan. Ilmu pengetahuan, mengikuti Karl Marx (1818-1883), mempunyai kekuatan untuk mengubah masyarakat. Asumsi Marx ini dikembangkan Michel Foucault yang melihat lahirnya pengetahuan tidak bisa terlepas dari variabel yang bernama kekuasaan. Katanya, ketika ada kekuasaanlah pengetahuan bisa ada. Idealnya, kembali pada Marx, ilmu tidak hanya digunakan untuk menjelaskan realitas sosial yang terjadi, namun yang lebih penting adalah berusaha meniadakan ketidakadilan sosial yang terjadi dalam masyarakat. Pertanyaannya, apa guna ilmu pengetahuan terus berkembang (dan dikembangkan) jika ketidakadilan sosial tetap eksis, bahkan semakin besar? Semangat mewujudkan keadilan sosial itulah yang melatarbelakangi meletusnya berbagai macam gerakan sosial. Kata ‘kemerdekaan’ (liberty) menjadi kata yang sakral untuk diperjuangkan, bahkan hingga kini dalam wacana hak asasi manusia (HAM).

Atas dasar tiga variabel itulah, sosiologi seperti mendapatkan angin segar untuk terus menjamur dan berkembang pesat. Sayangnya, sistem persekolahan (pendidikan formal) di Indonesia, dan negara-negara lain pada umumnya, lebih berorientasi pada kepentingan dunia industri daripada masyarakat yang ditinggalinya. Kebanyakan ilmu yang dipelajari perguruan tinggi (termasuk sosiologi) telah ‘tercerabut’ dari akarnya, sehingga ilmu yang dipelajari tidak bisa digunakan dan berguna bagi mayoritas penduduk. Contoh, di Pulau Jawa lebih dari dua pertiga penduduknya adalah petani (dan nelayan) yang menggantungkan hidupnya pada alam (tanah dan laut), namun tidak banyak perguruan tinggi di Pulau Jawa (baik negeri ataupun swasta) yang menawarkan program-program studi yang berhubungan langsung dengan masalah pengembangan pertanian, misalnya. Kalau ada, peminatnya pun tidak banyak (dan biasanya gengsinya rendah). Ironisnya, jurusan-jurusan ini semakin hari semakin menyusut keberadaannya.

Ini hanyalah sebuah contoh ketidakadilan yang dibentuk secara struktural, yang kemudian berdampak pada kesadaran kolektif masyarakat. Kondisi semacam ini hanya semakin memperkokoh citra perguruan tinggi sebagai ‘menara gading’.

Paradigma-Paradigma Sosiologi

Teori-teori sosiologi semakin hari tambah banyak dan semakin variatif. Puluhan, ratusan, bahkan mungkin ribuan teori sudah dibangun oleh para sosiolog di seluruh belahan dunia ini. Dari teori-teori sosiologi yang muncul itu, pada dasarnya, dibangun berdasarkan tiga paradigma teoritik, yaitu:

(1) Paradigma struktural-fungsional, merupakan paradigma yang paling berpengaruh dalam perkembangan sosiologi. Paradigma ini berasumsi masyarakat sebagai sebuah sistem yang kompleks di mana setiap bagian dalam masyarakat saling bekerjasama untuk menjaga stabilitas. Ada dua kata kunci, yaitu ‘struktur’ dan ‘fungsi’. Struktur sosial adalah pola-pola sosial yang relatif stabil dalam jangka waktu yang lama. Fungsi sosial adalah konsekuensi yang dilakukan untuk menjaga kestabilan. Ada dua macam fungsi, yaitu fungsi manifes (atau fungsi yang disadari) dan fungsi laten (atau fungsi yang tidak disadari). Sedangkan jika struktur tidak berhasil mewujudkan kestabilan, maka disebut disfungsi sosial.

Contoh kasus, pendidikan mempunyai fungsi manifes mengajarkan keterampilan pada generasi yang lebih muda, agar siap menggantikan generasi yang lebih tua (fungsi produksi tenaga kerja). Fungsi laten pendidikan adalah melakukan internalisasi nilai-nilai dari generasi tua. Lewat pendidikan, diajarkan tata krama (manner) dalam masyarakat (fungsi sosialisasi). Seiring dengan usaha institusionalisasi pendidikan men-jadi sekolah formal, ditambah dengan meningkatnya kesibukan orangtua dengan pekerjaannya, akibatnya orang-tua pun pasrah bongkokan pada sekolah untuk urusan pendidikan anak-anaknya. Pendidikan dianggap semata tugas sekolah, dengan mengesampingkan peran institusi yang lain dalam melakukan fungsi pendidikan.

(2) Paradigma konflik-sosial. Masih dalam analisis makro, paradigma ini mencoba ‘membuka mata’ para penganut paradigma struktural-fungsional tentang kestabilan yang terjadi dalam masyarakat. Paradigma ini mengasumsikan masyarakat adalah sistem yang kompleks, ditandai oleh terjadinya ketidakadilan sosial dan konflik yang menggerakkan masyarakat itu. Paradigma ini kuat dipengaruhi pemikiran Marx yang melihat masyarakat terdiri dari kelas-kelas sosial yang lebih bersifat stratifikasi (bertingkat) ketimbang diferensial (sejajar).

Contoh kasus, sistem pendidikan formal (persekolahan), seperti dikatakan Randall Collins (dalam Wilonoyudho, 2005) adalah awal dari proses stratifikasi sosial. Akibat masuknya pengaruh kekuatan ekonomi, menyebabkan pendidikan yang baik dan bagus hanya bisa didapatkan oleh siapa yang bisa ‘membelinya’. Beragam fasilitas pendukung sekolah, seperti: buku dan majalah, televisi dan radio, internet, dan kursus-kursus di luar sekolah juga hanya bisa diikuti oleh kelas ekonomi mapan. Bagi yang tidak memiliki kekuatan ekonomi akan semakin tertinggal. Jadi, mobilitas sosial vertikal melalui pendidikan tinggal menjadi kenangan dan impian semata.

(3) Paradigma interaksi-simbolik. Tidak seperti dua paradigma sebelumnya, paradigma ini melihat masyarakat dari level mikro. Masyarakat diasumsikan sebagai produk interaksi sehari-hari antar-manusia. Ada dua konsep kunci dalam interaksi sosial, yaitu status sosial (posisi sosial seseorang dalam masyarakat) dan peran sosial (tugas-tugas yang harus dilakoni seseorang akibat posisi sosial yang melekat dalam dirinya).

Dalam praktiknya, status sosial tidak sakklek, melainkan selalu berubah sesuai dengan ruang dan waktu tempat se-seorang itu hidup. Perubahan status itu berdampak pada perubahan peran sosial seseorang secara mendadak pula. Kondisi ini potensial menyebabkan konflik peran (ketidaksesuaian peran sosial dalam dua atau lebih status sosial yang sedang terjadi secara bersamaan), yang menjadi akar permasalahan sosial secara makro.

Contoh kasus, keberhasilan pendidikan formal tidak melulu ditentukan oleh struktur, (baca: sistem pendidikan), melainkan lebih ditentukan oleh interaksi sehari-hari yang terjadi di sekolah itu. Bukan jaminan, sekolah favorit serta-merta akan menghasilkan murid yang berkualitas pula. Yang juga penting adalah, misalnya, bagaimana cara mengajar seorang guru di dalam kelas; apakah seorang guru mau membimbing murid-muridnya di luar kelas; apakah si murid aktif dalam diskusi (di dalam ataupun di luar kelas); apakah murid juga aktif mencari informasi lain tentang suatu matapelajaran selain dari buku dan guru yang ada; apakah murid juga melatih keterampilan-keterampilan lain.

Singkat kata, keberhasilan pendidikan terkadang lebih ditentukan kreativitas dari masing-masing aktor dalam masyarakat. Kebiasaan yang dilakukan. Komunitas yang digelutinya. Aktivitas yang ditekuni seseorang. Karenanya, ‘sukses’ melalui pendidikan menjadi sangat relatif, ukurannya tidak hanya sebatas dilihat dari nilai yang bagus.

Meskipun kelihatannya saling bertentangan, namun tidak ada yang paling benar diantara ketiga paradigma itu. Yang ada hanya saling melengkapi. Sosiolog profesional adalah yang berhasil memadukan ketiga paradigma tersebut untuk menjelas-kan fenomena untuk mendapatkan penjelasan yang lebih menyeluruh.

Berpikir Sosiologis

Hal tersulit dalam mempelajari sosiologi bukanlah menghafalkan, memahami ataupun menerapkan teori-teori atau paradigma sosiologi yang ada, melainkan bagaimana berpikir sosiologis ketika bertemu pada suatu masalah, apapun itu. Macionis (1997) menawarkan tiga kerangka berpikir sosiologis, yaitu:

(1) Melihat keseluruhan melalui sebagian. Berpikir sosiologis ibarat seorang ilmuwan mikrobiologi yang mengguna-kan mikroskop dalam melihat DNA untuk mengetahui asal-usul seorang manusia. Jadi, sosiolog tidak perlu melihat keseluruhan. Karena tidak mungkin kita akan meneliti semua anggota masyarakat. Dalam metodologi cara berpikir macam ini diturunkan menjadi teknik sampling. Cara melihat semacam ini jarang dilakukan oleh disiplin lain. Antropologi, misalnya, hanya melihat pada ‘sebagian’ itu secara mendalam. Psikologi pun cenderung melakukan hal serupa. Sosiologi berusaha melakukan generalisasi, inilah ciri khas sosiologi, sekaligus kelemahannya;

(2) Melihat keanehan-keanehan dalam kejadian sehari-hari. Seorang sosiolog akan melihat kejadian yang dianggap biasa oleh orang kebanyakan sebagai hal yang aneh. Bagi awam, cara berpikir ini bisa dikatakan sebagai tindakan iseng atau kurang kerjaan, namun bagi sosiolog pemula cara inilah yang sering digunakan. Tugas sosiolog, kemudian, adalah menggali lebih dalam tentang apa penyebab masalah sosial tersebut. Sosiolog berusaha mencari rasionalitas manusia yang melakukan tindakan;

(3) Melihat individu dalam konteks sosialnya. Sosiolog percaya bahwa setiap tindakan manusia dibentuk oleh lingkungan yang melingkupi manusia itu. Contoh, Emile Durkheim yang meneliti tentang fenomena bunuh diri. Lalu, apa yang dilakukannya? Jelas tidak mungkin mengorek informasi dengan cara melakukan wawancara terhadap orang yang sudah meninggal. Beruntunglah data statistik pada kantor kepolisian waktu itu cukup baik. Dari data itulah, ditambah dengan wawancara terhadap beberapa keluarga korban, Durkheim pun membangun salah satu teori sosiologi yang tetap relevan sampai sekarang tentang Solidaritas Sosial.

Yang paling membedakan sosiologi dengan disiplin ilmu sosial lain adalah kriteria berpikir sosiologis yang ketiga, melihat individu dalam konteks sosialnya. Pada dasarnya, segala tindakan manusia tidaklah murni muncul dari dirinya sendiri tetapi dikonstruksikan secara sosial (socially constructed). Contoh, motivasi setiap sepasang lelaki dan perempuan memutuskan untuk menikah tidak hanya ditentukan oleh alasan cinta semata, melainkan lebih ditentu-kan oleh faktor sosial, yaitu desakan dari orangtua atau tuntutan dari masyarakat sekitarnya (untuk kasus ‘kumpul kebo’ atau ‘perawan tua’). Bahkan, kesadaran pasangan suami-istri untuk punya anak pun tidak murni motif pribadi dari pasangan itu, akan tetapi telah terkonstruksi secara sosial. ‘Hubungan seks’ yang menurut anggapan banyak orang sebagai urusan privat masing-masing manusia dan dilandasi oleh insting individu ternyata tidak lepas dari konstruksi masyarakat. Lalu, bagaimana dengan tindakan sosial yang lain?

Modal-modal ‘Pertempuran Sosial’

Untuk bisa tetap survive dalam medan (field) pertempuran sosial) seseorang perlu memiliki modal yang kuat. Pembicaraan tentang modal (capital) dalam sosiologi terus berkembang sejak Marx hanya mengartikan-nya sebatas sebagai kepemilikan atas alat-alat produksi. Konsep modal paling mutakhir ditawarkan Pierre Bordieu (1930-2002). Bourdieu menyebutkan empat modal yang membuat manusia bisa bertahan hidup dalam medan sosial, yaitu (lihat Coriggan, 1997 dan Haryatmoko, 2002):

(1) Modal ekonomi, kepemilikan atas alat-alat produksi;

(2) Modal sosial, kepemilikan atas jaringan atau relasi pertemanan;

(3) Modal budaya, kepemilikan atas pengetahuan dan manner tertentu;

(4) Modal simbolik, hal-hal yang meng-utamakan kekuasaan simbolis untuk melegitimasi sesuatu hal.

Jelas, sosiologi tidak bisa menyediakan modal ekonomi, modal sosial, dan bahkan mungkin modal simbolik. Modal simbolik diberikan oleh pihak perguruan tinggi dalam bentuk gelar, Sarjana Sosial. Sosiologi hanya menawarkan sebagian modal budaya, yaitu melatih untuk berpikir sosiologis terhadap sebuah masalah. Itu pun kalau mahasiswa sosiolog mau berlatih untuk menggunakan-nya. Idealnya, profesi sosiolog adalah peneliti. Akan tetapi, struktur di Indonesia tidak terlalu mendukung kesejahteraan bagi pelaku di dunia penelitian. Akibatnya, sangat sedikit yang bertahan di bidang ini. Kemudian, banyak sarjana sosiologi yang misorientasi, mengalami krisis, bahkan frustasi.

Oleh karena itu, seorang mahasiswa sosiologi perlulah memperbanyak modal yang dimilikinya itu, khususnya modal sosial dan modal budaya. Modal sosial, seperti: perbanyak pertemanan (jangan hanya teman dari jurusan sosiologi saja, tapi juga dari disiplin lain), baik-baiklah dengan orang lain (kenalkan diri Anda), terlibat dalam organisasi (sebanyak mungkin), atau aktif mengikuti forum-forum diskusi yang ada. Modal budaya, seperti: kemampuan bahasa asing (Inggris, Jerman, Latin, Mandarin, Jepang dan lainnya), kebiasaan membaca dan menulis ilmiah maupun populer, penguasaan teknologi (komputer, internet, dan ponsel), kemauan untuk terus belajar, dan biasakan untuk selalu berpikir sosiologis ketika melihat masalah. Suatu saat, menurut Bourdieu, kedua modal tersebut akan lebih membantu seseorang bertahan hidup (survive) dibandingkan modal ekonomi dalam medan pertarungan sosial (field).

Jadi, apa pun profesi yang akan digeluti, jadikan kebiasaan berpikir sosiologis sebagai landasan mengembangkan profesi karena hanya itulah yang bisa diperoleh seseorang yang belajar sosiologi.

manfaat sosiologi

Apa tujuan dan manfaat mempelajari perilaku manusia dari perspektif sosiologi?

Para "behaviorist" memasukan perilaku ke dalam satu unit yang dinamakan "tanggapan" (responses), dan lingkungan ke dalam unit "rangsangan" (stimuli). Menurut penganut paham perilaku, satu rangsangan dan tanggapan tertentu bisa berasosiasi satu sama lainnya, dan menghasilkan satu bentuk hubungan fungsional. Contohnya, sebuah rangsangan " seorang teman datang ", lalu memunculkan tanggapan misalnya, "tersen-yum". Jadi seseorang tersenyum, karena ada teman yang datang kepadanya. Para behavioris tadi percaya bahwa rangsangan dan tanggapan dapat dihubungkan tanpa mengacu pada pertimbangan mental yang ada dalam diri seseorang. Jadi tidak terlalu mengejutkan jika para behaviorisme tersebut dikategorikan sebagai pihak yang menggunakan pendekatan "kotak hitam (black-box)" . Rangsangan masuk ke sebuah kotak (box) dan menghasilkan tanggapan. Mekanisme di dalam kotak hitam tadi - srtuktur internal atau proses mental yang mengolah rangsangan dan tanggapan - karena tidak dapat dilihat secara langsung (not directly observable), bukanlah bidang kajian para behavioris tradisional.
Kemudian, B.F. Skinner (1953,1957,1974) membantu mengubah fokus behaviorisme melalui percobaan yang dinamakan "operant behavior" dan "reinforcement". Yang dimaksud dengan "operant condition" adalah setiap perilaku yang beroperasi dalam suatu lingkungan dengan cara tertentu, lalu memunculkan akibat atau perubahan dalam lingkungan tersebut.

Misalnya, jika kita tersenyum kepada orang lain yang kita hadapi, lalu secara umum, akan menghasilkan senyuman yang datangnya dari orang lain tersebut. Dalam kasus ini, tersenyum kepada orang lain tersebut merupakan "operant behavior". Yang dimaksud dengan "reinforcement" adalah proses di mana akibat atau perubahan yang terjadi dalam lingkungan memperkuat perilaku tertentu di masa datang . Misalnya, jika kapan saja kita selalu tersenyum kepada orang asing (yang belum kita kenal sebelumnya), dan mereka tersenyum kembali kepada kita, maka muncul kemungkinan bahwa jika di kemudian hari kita bertemu orang asing maka kita akan tersenyum. Perlu diketahui, reinforcement atau penguat, bisa bersifat positif dan negatif. Contoh di atas merupakan penguat positif. Contoh penguat negatif, misalnya beberapa kali pada saat kita bertemu dengan orang asing lalu kita tersenyum dan orang asing tersebut diam saja atau bahkan menunjukan rasa tidak suka, maka dikemudian hari jika kita bertemu orang asing kembali, kita cenderung tidak tersenyum (diam saja).

sosiologi

Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara, dan berbagai organisasi politik, ekonomi, sosial. Istilah Sosiologi sebagai cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, bernama August Comtetahun 1842. Sehingga Comte dikenal sebagai Bapak Sosiologi. Selanjutnya Émile Durkheim — ilmuwan sosial Perancis — yang kemudian berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis. Di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan Sosiology pada tahun 1876. Di Amerika Lester F. Ward mempublikasikan Dynamic Sosiology. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.'

Sosiologi merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata latin socius yang artinya teman, dan logos dari kata Yunani yang berarti cerita, diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Sosiologi muncul sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat baru lahir kemudian di Eropa.

Sejak awal masehi hingga abad 19, Eropa dapat dikatakan menjadi pusat tumbuhnya peradaban dunia, para ilmuwan ketika itu mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan perubahan sosial. Para ilmuwan itu kemudian berupaya membangun suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki masyarakat pada tiap tahap peradaban manusia.

Dalam buku itu, Comte menyebutkan ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumya.

Tiga tahapan itu adalah :

  1. Tahap teologis; adalah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas manusia.
  2. Tahap metafisis; pada tahap ini manusia menganggap bahwa didalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukum-hukum alam yang seragam.
  3. Tahap positif; adalah tahap dimana manusia mulai berpikir secara ilmiah.

Comte kemudian membedakan antara sosiologi statis dan sosiologi dinamis. Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat. Sosiologi dinamis memusatkan perhatian tentang perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan.oe

Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi. Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tönnies, Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin(semuanya berasal dari Eropa). Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan Sosiologi.

  • Herbert Spencer memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
  • Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat.
  • Emile Durkheim memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial.
  • Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia.

Berikut ini definisi-definisi sosiologi yang dikemukakan beberapa ahli.

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.

Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.

Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.

Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.

Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.

Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.

Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.

Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya mempengaruhi sistem tersebut.

Dari berbagai definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :

Sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola-pola hubungan dalam masyarakat serta berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional, empiris serta bersifat umum

Pokok bahasan sosiologi

  • Fakta sosial

Fakta sosial adalah cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang berada di luar individu dan mempunya kekuatan memaksa dan mengendalikan individu tersebut. Contoh, di sekolah seorang murid diwajidkan untuk datang tepat waktu, menggunakan seragam, dan bersikap hormat kepada guru. Kewajiban-kewajiban tersebut dituangkan ke dalam sebuah aturan dan memiliki sanksi tertentu jika dilanggar. Dari contoh tersebut bisa dilihat adanya cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang ada di luar individu (sekolah), yang bersifat memaksa dan mengendalikan individu (murid).

  • Tindakan sosial

Tindakan sosial adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain. Contoh, menanam bunga untuk kesenangan pribadi bukan merupakan tindakan sosial, tetapi menanam bunga untuk diikutsertakan dalam sebuah lomba sehingga mendapat perhatian orang lain, merupakan tindakan sosial.

  • Khayalan sosiologis

Khayalan sosiologis diperlukan untuk dapat memahami apa yang terjadi di masyarakat maupun yang ada dalam diri manusia. Menurut Wright Mills, dengan khayalan sosiologi, kita mampu memahami sejarah masyarakat, riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara keduanya.
Alat untuk melakukan khayalan sosiologis adalah troubles dan issues. Troubles adalah permasalahan pribadi individu dan merupakan ancaman terhadap nilai-nilai pribadi. Issues merupakan hal yang ada di luar jangkauan kehidupan pribadi individu. Contoh, jika suatu daerah hanya memiliki satu orang yang menganggur, maka pengangguran itu adalah trouble. Masalah individual ini pemecahannya bisa lewat peningkatan keterampilan pribadi. Sementara jika di kota tersebut ada 12 juta penduduk yang menganggur dari 18 juta jiwa yang ada, maka pengangguran tersebut merupakan issue, yang pemecahannya menuntut kajian lebih luas lagi.

  • Realitas sosial

Seorang sosiolog harus bisa menyingkap berbagai tabir dan mengungkap tiap helai tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga. Syaratnya, sosiolog tersebut harus mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif.


Perkembangan pada abad pencerahan

Banyak ilmuwan-ilmuwan besar pada zaman dahulu, seperti Sokrates, Plato dan Aristoteles beranggapan bahwa manusia terbentuk begitu saja. Tanpa ada yang bisa mencegah, masyarakat mengalami perkembangan dan kemunduran.

Pendapat itu kemudian ditegaskan lagi oleh para pemikir di abad pertengahan, seperti Agustinus, Ibnu Sina, dan Thomas Aquinas. Mereka berpendapat bahwa sebagai makhluk hidup yang fana, manusia tidak bisa mengetahui, apalagi menentukan apa yang akan terjadi dengan masyarakatnya. Pertanyaan dan pertanggungjawaban ilmiah tentang perubahan masyarakat belum terpikirkan pada masa ini.

Berkembangnya ilmu pengetahuan di abad pencerahan (sekitar abad ke-17 M), turut berpengaruh terhadap pandangan mengenai perubahan masyarakat, ciri-ciri ilmiah mulai tampak di abad ini. Para ahli di zaman itu berpendapat bahwa pandangan mengenai perubahan masyarakat harus berpedoman pada akal budi manusia.

Pengaruh perubahan yang terjadi di abad pencerahan

Perubahan-perubahan besar di abad pencerahan, terus berkembang secara revolusioner sapanjang abad ke-18 M. Dengan cepat struktur masyarakat lama berganti dengan struktur yang lebih baru. Hal ini terlihat dengan jelas terutama dalam revolusi Amerika, revolusi industri, dan revolusi Perancis. Gejolak-gejolak yang diakibatkan oleh ketiga revolusi ini terasa pengaruhnya di seluruh dunia. Para ilmuwan tergugah, mereka mulai menyadari pentingnya menganalisis perubahan dalam masyarakat.

Gejolak abad revolusi

Perubahan yang terjadi akibat revolusi benar-benar mencengangkan. Struktur masyarakat yang sudah berlaku ratusan tahun rusak. Bangasawan dan kaum Rohaniawan yang semula bergemilang harta dan kekuasaan, disetarakan haknya dengan rakyat jelata. Raja yang semula berkuasa penuh, kini harus memimpin berdasarkan undang-undang yang di tetapkan. Banyak kerajaan-kerajaan besar di Eropa yang jatuh dan terpecah.

Gejolak abad revolusi itu mulai menggugah para ilmuwan pada pemikiran bahwa perubahan masyarakat harus dapat dianalisis. Mereka telah menyakikan betapa perubahan masyarakat yang besar telah membawa banyak korban berupa perang, kemiskinan, pemberontakan dan kerusuhan. Bencana itu dapat dicegah sekiranya perubahan masyarakat sudah diantisipasi secara dini.

Perubahan drastis yang terjadi semasa abad revolusi menguatkan pandangan betapa perlunya penjelasan rasional terhadap perubahan besar dalam masyarakat. Artinya :

  • Perubahan masyarakat bukan merupakan nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan dapat diketahui penyebab dan akibatnya.
  • Harus dicari metode ilmiah yang jelas agar dapat menjadi alat bantu untuk menjelaskan perubahan dalam masyarakat dengan bukti-bukti yang kuat serta masuk akal.
  • Dengan metode ilmiah yang tepat (penelitian berulang kali, penjelasan yang teliti, dan perumusan teori berdasarkan pembuktian), perubahan masyarakat sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga krisis sosial yang parah dapat dicegah.

Kelahiran sosiologi modern

Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika, tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada. Mengapa bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologi muncul pertama kalinya).

Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.

Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi. Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern.

Berkebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih sering disebut pendekatan empiris). Artinya, perubahan masyarakat dapat dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul. Berdasarkan fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara menyeluruh. Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya penelitian (research) dalam sosiologi.

Wednesday, February 17, 2010

Ilmu Politik

Ilmu politik

Teori politik

Teori politik merupakan kajian mengenai konsep penentuan tujuan politik, bagaimana mencapai tujuan tersebut serta segala konsekuensinya. Bahasan dalam Teori Politik antara lain adalah filsafat politik, konsep tentang sistem politik, negara, masyarakat, kedaulatan, kekuasaan, legitimasi, lembaga negara, perubahan sosial, pembangunan politik, perbandingan politik, dsb.

Terdapat banyak sekali sistem politik yang dikembangkan oleh negara negara di dunia antara lain: anarkisme,autoritarian, demokrasi, diktatorisme, fasisme, federalisme, feminisme, fundamentalisme keagamaan, globalisme, imperialisme, kapitalisme, komunisme, liberalisme, libertarianisme, marxisme, meritokrasi, monarki, nasionalisme, rasisme, sosialisme, theokrasi, totaliterisme, oligarki dsb.

Lembaga politik

Secara awam berarti suatu organisasi, tetapi lembaga bisa juga merupakan suatu kebiasaan atau perilaku yang terpola. Perkawinan adalah lembaga sosial, baik yang diakui oleh negara lewat KUA atau Catatan Sipil di Indonesia maupun yang diakui oleh masyarakat saja tanpa pengakuan negara. Dalam konteks ini suatu organisasi juga adalah suatu perilaku yang terpola dengan memberikan jabatan pada orang-orang tertentu untuk menjalankan fungsi tertentu demi pencapaian tujuan bersama, organisasi bisa formal maupun informal. Lembaga politik adalah perilaku politik yang terpola dalam bidang politik.

Pemilihan pejabat, yakni proses penentuan siapa yang akan menduduki jabatan tertentu dan kemudian menjalankan fungsi tertentu (sering sebagai pemimpin dalam suatu bidang/masyarakat tertentu) adalah lembaga demokrasi. Bukan lembaga pemilihan umumnya (atau sekarang KPU-nya) melainkan seluruh perilaku yang terpola dalam kita mencari dan menentukan siapa yang akan menjadi pemimpin ataupun wakil kita untuk duduk di parlemen.

Persoalan utama dalam negara yang tengah melalui proses transisi menuju demokrasi seperti indonesia saat ini adalah pelembagaan demokrasi. Yaitu bagaimana menjadikan perilaku pengambilan keputusan untuk dan atas nama orang banyak bisa berjalan sesuai dengan norma-norma demokrasi, umumnya yang harus diatasi adalah merobah lembaga feodalistik (perilaku yang terpola secara feodal, bahwa ada kedudukan pasti bagi orang-orang berdasarkan kelahiran atau profesi sebagai bangsawan politik dan yang lain sebagai rakyat biasa) menjadi lembaga yang terbuka dan mencerminkan keinginan orang banyak untuk mendapatkan kesejahteraan.

Untuk melembagakan demokrasi diperlukan hukum dan perundang-undangan dan perangkat struktural yang akan terus mendorong terpolanya perilaku demokratis sampai bisa menjadi pandangan hidup. Karena diyakini bahwa dengan demikian kesejahteraan yang sesungguhnya baru bisa dicapai, saat tiap individu terlindungi hak-haknya bahkan dibantu oleh negara untuk bisa teraktualisasikan, saat tiap individu berhubungan dengan individu lain sesuai dengan norma dan hukum yang berlaku.

Partai dan Golongan

Hubungan Internasional

Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional adalah hubungan antar negara, namun dalam perkembangan konsep ini bergeser untuk mencakup semua interaksi yang berlangsung lintas batas negara. Dalam bentuk klasiknya hubungan internasional diperankan hanya oleh para diplomat (dan mata-mata) selain tentara dalam medan peperangan. Sedangkan dalam konsep baru hubungan internasional, berbagai organisasi internasional, perusahaan, organisasi nirlaba, bahkan perorangan bisa menjadi aktor yang berperan penting dalam politik internasional.

Peran perusahaan multinasional seperti Monsanto dalam WTO (World Trade Organization/Organisasi Perdagangan Dunia) misalnya mungkin jauh lebih besar dari peran Republik Indonesia. Transparancy International laporan indeks persepsi korupsi-nya di Indonesia mempunyai pengaruh yang besar.

Persatuan Bangsa Bangsa atau PBB merupakan organisasi internasional terpenting, karena hampir seluruh negara di dunia menjadi anggotanya. Dalam periode perang dingin PBB harus mencerminkan realitas politik bipolar sehingga sering tidak bisa membuat keputusan efektif, setelah berakhirnya perang dingin dan realitas politik cenderung menjadi unipolar dengan Amerika Serikat sebagai kekuatan Hiper Power, PBB menjadi relatif lebih efektif untuk melegitimasi suatu tindakan internasional sebagai tindakan multilateral dan bukan tindakan unilateral atau sepihak. Upaya AS untuk mendapatkan dukungan atas inisiatifnya menyerbu Irak dengan melibatkan PBB, merupakan bukti diperlukannya legitimasi multilateralisme yang dilakukan lewat PBB.

Untuk mengatasi berbagai konflik bersenjata yang kerap meletus dengan cepat di berbagai belahan dunia misalnya, saat ini sudah ada usulan untuk membuat pasukan perdamaian dunia (peace keeping force) yang bersifat tetap dan berada di bawah komando PBB. Hal ini diharapkan bisa mempercepat reaksi PBB dalam mengatasi berbagai konflik bersenjata. Saat misalnya PBB telah memiliki semacam polisi tetap yang setiap saat bisa dikerahkan oleh Sekertaris Jendral PBB untuk beroperasi di daerah operasi PBB. Polisi PBB ini yang menjadi Civpol (Civilian Police/polisi sipil) pertama saat Timor Timur lepas dari Republik Indonesia.

Hubungan internasional telah bergeser jauh dari dunia eksklusif para diplomat dengan segala protokol dan keteraturannya, ke arah kerumitan dengan kemungkinan setiap orang bisa menjadi aktor dan mempengaruhi jalannya politik baik di tingkat global maupun lokal. Pada sisi lain juga terlihat kemungkinan munculnya pemerintahan dunia dalam bentuk PBB, yang mengarahkan pada keteraturan suatu negara (konfederasi?).

Masyarakat

adalah sekumpulan orang orang yang mendiami wilayah suatu negara.

Kekuasaan

Dalam teori politik menunjuk pada kemampuan untuk membuat orang lain melakukan sesuatu yang tidak dikehendakinya. Max Weber menuliskan adanya tiga sumber kekuasaan: pertama dari perundangundangan yakni kewenangan; kedua, dari kekerasan seperti penguasaan senjata; ketiga, dari karisma.

Negara

negara merupakan suatu kawasan teritorial yang didalamnya terdapat sejumlah penduduk yang mendiaminya, dan memiliki kedaulatan untuk menjalankan pemerintahan, dan keberadaannya diakui oleh negara lain. ketentuan yang tersebut diatas merupakan syarat berdirinya suatu negara menurut konferensi Montevideo pada tahun 1933

Tokoh dan pemikir ilmu politik

Tokoh-tokoh politik

Pemikir-pemikir politik

Mancanegara

Tokoh tokoh pemikir Ilmu Politik dari kalangan teoris klasik, modern maupun kontempoter antara lain adalah: Aristoteles, Adam Smith, Cicero, Friedrich Engels, Immanuel Kant, John Locke, Karl Marx, Lenin, Martin Luther, Max Weber, Nicolo Machiavelli, Rousseau, Samuel P Huntington, Thomas Hobbes, Antonio Gramsci, Harold Crouch, Douglas E Ramage.

Indonesia

Beberapa tokoh pemikir dan penulis materi Ilmu Politik dan Hubungan Internasional dari Indonesia adalah: Miriam Budiharjo, Salim Said dan Ramlan Surbakti.

Perilaku politik

Perilaku politik atau (Inggris:Politic Behaviour)adalah perilaku yang dilakukan oleh insan/individu atau kelompok guna memenuhi hak dan kewajibannya sebagai insan politik.Seorang individu/kelompok diwajibkan oleh negara untuk melakukan hak dan kewajibannya guna melakukan perilaku politik adapun yang dimaksud dengan perilaku politik contohnya adalah:

  • Melakukan pemilihan untuk memilih wakil rakyat / pemimpin
  • Mengikuti dan berhak menjadi insan politik yang mengikuti suatu partai politik atau parpol , mengikuti ormas atau organisasi masyarakat atau lsm lembaga swadaya masyarakat
  • Ikut serta dalam pesta politik
  • Ikut mengkritik atau menurunkan para pelaku politik yang berotoritas
  • Berhak untuk menjadi pimpinan politik
  • Berkewajiban untuk melakukan hak dan kewajibannya sebagai insan politik guna melakukan perilaku politik yang telah disusun secara baik oleh undang-undang dasar dan perundangan hukum yang berlaku

Hukum

Hukum dapat dibagi dalam berbagai bidang, antara lain hukum perdata, hukum publik, hukum pidana, hukum acara, hukum tata negara, hukum internasional, hukum adat, hukum islam, hukum agraria.

penjelasan :

Hukum perdata

Salah satu bidang hukum yang mengatur hubungan-hubungan antara individu-individu dalam masyarakat dengan saluran tertentu. Hukum perdata disebut juga hukum privat atau hukum sipil. Salah satu contoh hukum perdata dalam masyarakat adalah jual beli rumah atau kendaraan.

Hukum perdata dapat digolongkan antara lain menjadi:

  1. Hukum keluarga
  2. Hukum harta kekayaan
  3. Hukum benda
  4. Hukum Perikatan
  5. Hukum Waris

Hukum publik

Hukum publik adalah hukum yang mengatur hubungan antara subjek hukum dengan orang lain.atau Hukum publik adalah hukum yang mengatur kepentingan masyarakat. Hukum publik adalah hukum yang mengatur tentang hal-hal yang berhubungan tentang masyarakat

Hukum pidana

Hukum yang mengatur perbuatan-perbuatan yang dilarang oleh undang-undang dan berakibat diterapkannya hukuman bagi barang siapa yang melakukannya dan memenuhi unsur-unsur perbuatan yang disebutkan dalam undang-undang pidana. Seperti perbuatan yang dilarang dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Undang-Undang Korupsi, Undang-Undang HAM dan sebagainya Dalam hukum pidana dikenal, 2 jenis perbuatan yaitu kejahatan dan pelanggaran, kejahatan ialah perbuatan yang tidak hanya bertentangan dengan undang-undang tetapi juga bertentangan dengan nilai moral, nilai agama dan rasa keadilan masyarakat, contohnya mencuri, membunuh, berzina, memperkosa dan sebagainya. sedangkan pelanggaran ialah perbuatan yang hanya dilarang oleh undang-undang, seperti tidak pakai helem, tidak menggunakan sabuk pengaman dalam berkendaraan, dan sebagainya.

Hukum acara

Untuk tegaknya hukum materiil diperlukan hukum acara atau sering juga disebut hukum formil. Hukum acara merupakan ketentuan yang mengatur bagaimana cara agar hukum (materiil) itu terwujud atau dapat diterapkan/dilaksanakan kepada subyek yang memenuhi perbuatannya . Tanpa hukum acara maka tidak ada manfaat hukum materiil. Untuk menegakkan ketentuan hukum pidana diperlukan hukum acara pidana, untuk hukum perdata maka ada hukum acara perdata. Hukum acara ini harus dikuasai para praktisi hukum, polisi, jaksa, pengacara, hakim.

tegaknya supremasi hukum itu harus dimulai dari penegak hukum itu sendiri. yang paling utama itu adalah bermula dari pejabat yang paling tingi yaitu mahkamah agung ( [MA] )harus benar-benar melaksanakan hukum materil itu dengan tegas. baru akan terlaksana hukum yang sebenarnya dikalangan bawahannya.

Hukum internasional

Hukum yang mengatur tentang hubungan hukum antar negara satu dengan negara lain secara internasional Universal, yang mengandung dua pengertian dalam arti sempit dan luas.

  1. Dalam arti sempit meliputi : Hukum publik internasional
  2. Dalam arti luas meliputi : Hukum publik internasional dan hukum perdata internasional

Sistem hukum di dunia

Ada berbagai jenis sistem hukum yang berbeda yang dianut oleh negara-negara di dunia pada saat ini, antara lain sistem hukum Eropa Kontinental, sistem hukum Anglo-Saxon, sistem hukum adat, sistem hukum agama.

Sistem hukum Eropa Kontinental

Sistem hukum Eropa Kontinental adalah suatu sistem hukum dengan ciri-ciri adanya berbagai ketentuan-ketentuan hukum dikodifikasi (dihimpun) secara sistematis yang akan ditafsirkan lebih lanjut oleh hakim dalam penerapannya. Hampir 60% dari populasi dunia tinggal di negara yang menganut sistem hukum ini.

Sistem hukum Anglo-Saxon

Sistem Anglo-Saxon adalah suatu sistem hukum yang didasarkan pada yurisprudensi, yaitu keputusan-keputusan hakim terdahulu yang kemudian menjadi dasar putusan hakim-hakim selanjutnya. Sistem hukum ini diterapkan di Irlandia, Inggris, Australia, Selandia Baru, Afrika Selatan, Kanada (kecuali Provinsi Quebec) dan Amerika Serikat (walaupun negara bagian Louisiana mempergunakan sistem hukum ini bersamaan dengan sistim hukum Eropa Kontinental Napoleon). Selain negara-negara tersebut, beberapa negara lain juga menerapkan sistem hukum Anglo-Saxon campuran, misalnya Pakistan, India dan Nigeria yang menerapkan sebagian besar sistem hukum Anglo-Saxon, namun juga memberlakukan hukum adat dan hukum agama.

Sistem hukum anglo saxon, sebenarnya penerapannya lebih mudah terutama pada masyarakat pada negara-negara berkembang karena sesuai dengan perkembangan zaman.Pendapat para ahli dan prakitisi hukum lebih menonjol digunakan oleh hakim, dalam memutus perkara.

Sistem hukum adat/kebiasaan

Hukum Adat adalah adalah seperangkat norma dan aturan adat/kebiasaan yang berlaku di suatu wilayah. misalnya di perkampunan pedesaan terpencil yang masih mengikuti hukum adat.

Sistem hukum agama

Sistem hukum agama adalah sistem hukum yang berdasarkan ketentuan agama tertentu. Sistem hukum agama biasanya terdapat dalam Kitab Suci.

Sejarah hukum

Sejarah Hukum adalah bidang studi tentang bagaimana hukum berkembang dan apa yang menyebabkan perubahannya. Sejarah hukum erat terkait dengan perkembangan peradaban dan ditempatkan dalam konteks yang lebih luas dari sejarah sosial. Di antara sejumlah ahli hukum dan pakar sejarah tentang proses hukum, sejarah hukum dipandang sebagai catatan mengenai evolusi hukum dan penjelasan teknis tentang bagaimana hukum-hukum ini berkembang dengan pandangan tentang pemahaman yang lebih baik mengenai asal-usul dari berbagai konsep hukum. Sebagian orang menganggapnya sebagai bagian dari sejarah intelektual. Para sejarawan abad ke-20 telah memandang sejarah hukum dalam cara yang lebih kontekstual, lebih sejalan dengan pemikiran para sejarawan sosial. Mereka meninjau lembaga-lembaga hukum sebagai sistem aturan, pelaku dan lambang yang kompleks, dan melihat unsur-unsur ini berinteraksi dengan masyarakat untuk mengubah, mengadaptasi, menolak atau memperkenalkan aspek-aspek tertentu dari masyarakat sipil. Para sejarawan hukum seperti itu cenderung menganalisis sejarah kasus dari parameter penelitian ilmu sosial, dengan menggunakan metode-metode statistik, menganalisis perbedaan kelas antara pihak-pihak yang mengadukan kasusnya, mereka yang mengajukan permohonan, dan para pelaku lainnya dalam berbagai proses hukum. Dengan menganalisis hasil-hasil kasus, biaya transaksi, jumlah kasus-kasus yang diselesaikan, mereka telah memulai analisis terhadap lembaga-lembaga hukum, praktik-praktik, prosedur dan amaran-amarannya yang memberikan kita gambaran yang lebih kompleks tentang hukum dan masyarakat daripada yang dapat dicapai oleh studi tentang yurisprudensi, hukum dan aturan sipil.

Filsafat hukum

Filsafat hukum adalah cabang filsafat yang membicarakan apa hakekat hukum itu, apa tujuannya, mengapa dia ada dan mengapa orang harus tunduk kepada hukum. Disamping menjawab pertanyaan masalah-masalah umum abstrak tersebut, filsafat hukum juga membahas soal-soal kongkret mengenai hubungan antara hukum dan moral (etika) dan masalah keabsahan berbagai macam lembaga hukum.

filsafat adalah merupakan suatu renungan yang mendalam terhadap suatu objek untuk menemukan hakekat yang sebenarnya, bukan untuk mencari perpecahan dari suatu cabang ilmu, sehingga muncul cabang ilmu baru yang mempersulit kita dalam mencari suatu kebenaran dikarenakan suatu pertentangan sudut pandang.

Sosiologi hukum

Sosiologi hukum adalah merupakan suatu disiplin ilmu dalam ilmu hukum yang baru mulai dikenal pada tahun 60-an. Kehadiran disiplin ilmu sosiologi hukum di Indonesia memberikan suatu pemahaman baru bagi masyarakat mengenai hukum yang selama ini hanya dilihat sebagai suatu sistem perundang-undangan atau yang biasanya disebut sebagai pemahaman hukum secara normatif. Lain halnya dengan pemahaman hukum secara normatif, sosiologi hukum adalah mengamati dan mencatat hukum dalam kenyataan kehidupan sehari-hari dan kemudian berusaha untuk menjelaskannya. Sosiologi Hukum sebagai ilmu terapan menjadikan Sosiologi sebagai subyek seperti fungsi sosiologi dalam penerapan hukum, pembangunan hukum, pembaharuan hukum, perubahan masyarakat dan perubahan hukum,dampak dan efektivitas hukum, kultur hukum.



menurut wikipedia :

Sosiologi berasal dari bahasa Latin yaitu Socius yang berarti kawan, teman sedangkan Logos berarti ilmu pengetahuan. Jadi Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang masyarakat. Masyarakat adalah sekelompok individu yang mempunyai hubungan, memiliki kepentingan bersama, dan memiliki budaya. Sosiologi hendak mempelajari masyarakat, perilaku masyarakat, dan perilaku sosial manusia dengan mengamati perilaku kelompok yang dibangunnya. Kelompok tersebut mencakup keluarga, suku bangsa, negara, dan berbagai organisasi politik, ekonomi, sosial. Istilah Sosiologi sebagai cabang Ilmu Sosial dicetuskan pertama kali oleh ilmuwan Perancis, bernama August Comtetahun 1842. Sehingga Comte dikenal sebagai Bapak Sosiologi. Selanjutnya Émile Durkheim — ilmuwan sosial Perancis — yang kemudian berhasil melembagakan Sosiologi sebagai disiplin akademis. Di Inggris Herbert Spencer mempublikasikan Sosiology pada tahun 1876. Di Amerika Lester F.Ward mempublikasikan Dynamic Sosiology. Sebagai sebuah ilmu, sosiologi merupakan pengetahuan kemasyarakatan yang tersusun dari hasil-hasil pemikiran ilmiah dan dapat di kontrol secara kritis oleh orang lain atau umum.

Pengertian secara universal :

Sosiologi merupakan sebuah istilah yang berasal dari kata latin socius yang artinya teman, dan logos dari kata Yunani yang berarti cerita, diungkapkan pertama kalinya dalam buku yang berjudul "Cours De Philosophie Positive" karangan August Comte (1798-1857). Sosiologi muncul sejak ratusan, bahkan ribuan tahun yang lalu. Namun sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari masyarakat baru lahir kemudian di Eropa.

Sejak awal masehi hingga abad 19, Eropa dapat dikatakan menjadi pusat tumbuhnya peradaban dunia, para ilmuwan ketika itu mulai menyadari perlunya secara khusus mempelajari kondisi dan perubahan sosial. Para ilmuwan itu kemudian berupaya membangun suatu teori sosial berdasarkan ciri-ciri hakiki masyarakat pada tiap tahap peradaban manusia.

Dalam buku itu, Comte menyebutkan ada tiga tahap perkembangan intelektual, yang masing-masing merupakan perkembangan dari tahap sebelumya.

Tiga tahapan itu adalah :

  1. Tahap teologis; adalah tingkat pemikiran manusia bahwa semua benda di dunia mempunyai jiwa dan itu disebabkan oleh suatu kekuatan yang berada di atas manusia.
  2. Tahap metafisis; pada tahap ini manusia menganggap bahwa didalam setiap gejala terdapat kekuatan-kekuatan atau inti tertentu yang pada akhirnya akan dapat diungkapkan. Oleh karena adanya kepercayaan bahwa setiap cita-cita terkait pada suatu realitas tertentu dan tidak ada usaha untuk menemukan hukum-hukum alam yang seragam.
  3. Tahap positif; adalah tahap dimana manusia mulai berpikir secara ilmiah.

Comte kemudian membedakan antara sosiologi statis dan sosiologi dinamis. Sosiologi statis memusatkan perhatian pada hukum-hukum statis yang menjadi dasar adanya masyarakat. Sosiologi dinamis memusatkan perhatian tentang perkembangan masyarakat dalam arti pembangunan.oe

Rintisan Comte tersebut disambut hangat oleh masyarakat luas, tampak dari tampilnya sejumlah ilmuwan besar di bidang sosiologi. Mereka antara lain Herbert Spencer, Karl Marx, Emile Durkheim, Ferdinand Tönnies, Georg Simmel, Max Weber, dan Pitirim Sorokin(semuanya berasal dari Eropa). Masing-masing berjasa besar menyumbangkan beragam pendekatan mempelajari masyarakat yang amat berguna untuk perkembangan Sosiologi.

  • Herbert Spencer memperkenalkan pendekatan analogi organik, yang memahami masyarakat seperti tubuh manusia, sebagai suatu organisasi yang terdiri atas bagian-bagian yang tergantung satu sama lain.
  • Karl Marx memperkenalkan pendekatan materialisme dialektis, yang menganggap konflik antar-kelas sosial menjadi intisari perubahan dan perkembangan masyarakat.
  • Emile Durkheim memperkenalkan pendekatan fungsionalisme yang berupaya menelusuri fungsi berbagai elemen sosial sebagai pengikat sekaligus pemelihara keteraturan sosial.
  • Max Weber memperkenalkan pendekatan verstehen (pemahaman), yang berupaya menelusuri nilai, kepercayaan, tujuan, dan sikap yang menjadi penuntun perilaku manusia.

Definisi Sosiologi

Berikut ini definisi-definisi sosiologi yang dikemukakan beberapa ahli.

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara aneka macam gejala sosial (misalnya gejala ekonomi, gejala keluarga, dan gejala moral), sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan dan pengaruh timbal balik antara gejala sosial dengan gejala non-sosial, dan yang terakhir, sosiologi adalah ilmu yang mempelajari ciri-ciri umum semua jenis gejala-gejala sosial lain.

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari hubungan antara manusia dalam kelompok-kelompok.

Sosiologi adalah penelitian secara ilmiah terhadap interaksi sosial dan hasilnya, yaitu organisasi sosial.

Sosiologi adalah ilmu pengetahuan tentang struktur-struktur dan proses-proses kemasyarakatan yang bersifat stabil.

Sosiologi adalah ilmu yang berupaya memahami tindakan-tindakan sosial.

Sosiologi adalah ilmu kemasyarakatan yang mempelajari struktur sosial dan proses-proses sosial termasuk perubahan sosial.

Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan penelaahan pada kehidupan kelompok dan produk kehidupan kelompok tersebut.

Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat.

Sosiologi adalah suatu upaya ilmiah untuk mempelajari masyarakat dan perilaku sosial anggotanya dan menjadikan masyarakat yang bersangkutan dalam berbagai kelompok dan kondisi.

Sosiologi adalah ilmu yang mempelajari kehidupan dan perilaku, terutama dalam kaitannya dengan suatu sistem sosial dan bagaimana sistem tersebut mempengaruhi orang dan bagaimana pula orang yang terlibat didalamnya mempengaruhi sistem tersebut.

Dari berbagai definisi diatas, maka dapat disimpulkan bahwa :

Sosiologi adalah ilmu yang membicarakan apa yang sedang terjadi saat ini, khususnya pola-pola hubungan dalam masyarakat serta berusaha mencari pengertian-pengertian umum, rasional, empirisumum serta bersifat

Pokok bahasan sosiologi

  • Fakta sosial

Fakta sosial adalah cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang berada di luar individu dan mempunya kekuatan memaksa dan mengendalikan individu tersebut. Contoh, di sekolah seorang murid diwajidkan untuk datang tepat waktu, menggunakan seragam, dan bersikap hormat kepada guru. Kewajiban-kewajiban tersebut dituangkan ke dalam sebuah aturan dan memiliki sanksi tertentu jika dilanggar. Dari contoh tersebut bisa dilihat adanya cara bertindak, berpikir, dan berperasaan yang ada di luar individu (sekolah), yang bersifat memaksa dan mengendalikan individu (murid).

  • Tindakan sosial

Tindakan sosial adalah suatu tindakan yang dilakukan dengan mempertimbangkan perilaku orang lain. Contoh, menanam bunga untuk kesenangan pribadi bukan merupakan tindakan sosial, tetapi menanam bunga untuk diikutsertakan dalam sebuah lomba sehingga mendapat perhatian orang lain, merupakan tindakan sosial.

  • Khayalan sosiologis

Khayalan sosiologis diperlukan untuk dapat memahami apa yang terjadi di masyarakat maupun yang ada dalam diri manusia. Menurut Wright Mills, dengan khayalan sosiologi, kita mampu memahami sejarah masyarakat, riwayat hidup pribadi, dan hubungan antara keduanya.
Alat untuk melakukan khayalan sosiologis adalah troubles dan issues. Troublestrouble. Masalah individual ini pemecahannya bisa lewat peningkatan keterampilan pribadi. Sementara jika di kota tersebut ada 12 juta penduduk yang menganggur dari 18 juta jiwa yang ada, maka pengangguran tersebut merupakan issue, yang pemecahannya menuntut kajian lebih luas lagi.
adalah permasalahan pribadi individu dan merupakan ancaman terhadap nilai-nilai pribadi. Issues merupakan hal yang ada di luar jangkauan kehidupan pribadi individu. Contoh, jika suatu daerah hanya memiliki satu orang yang menganggur, maka pengangguran itu adalah

  • Realitas sosial

Seorang sosiolog harus bisa menyingkap berbagai tabir dan mengungkap tiap helai tabir menjadi suatu realitas yang tidak terduga. Syaratnya, sosiolog tersebut harus mengikuti aturan-aturan ilmiah dan melakukan pembuktian secara ilmiah dan objektif dengan pengendalian prasangka pribadi, dan pengamatan tabir secara jeli serta menghindari penilaian normatif.

Perkembangan sosiologi dari abad ke abad

Perkembangan pada abad pencerahan

Banyak ilmuwan-ilmuwan besar pada zaman dahulu, seperti Sokrates, Plato dan Aristoteles beranggapan bahwa manusia terbentuk begitu saja. Tanpa ada yang bisa mencegah, masyarakat mengalami perkembangan dan kemunduran.

Pendapat itu kemudian ditegaskan lagi oleh para pemikir di abad pertengahan, seperti Agustinus, Ibnu Sina, dan Thomas Aquinas. Mereka berpendapat bahwa sebagai makhluk hidup yang fana, manusia tidak bisa mengetahui, apalagi menentukan apa yang akan terjadi dengan masyarakatnya. Pertanyaan dan pertanggungjawaban ilmiah tentang perubahan masyarakat belum terpikirkan pada masa ini.

Berkembangnya ilmu pengetahuan di abad pencerahan (sekitar abad ke-17 M), turut berpengaruh terhadap pandangan mengenai perubahan masyarakat, ciri-ciri ilmiah mulai tampak di abad ini. Para ahli di zaman itu berpendapat bahwa pandangan mengenai perubahan masyarakat harus berpedoman pada akal budi manusia.

Pengaruh perubahan yang terjadi di abad pencerahan

Perubahan-perubahan besar di abad pencerahan, terus berkembang secara revolusioner sapanjang abad ke-18 M. Dengan cepat struktur masyarakat lama berganti dengan struktur yang lebih baru. Hal ini terlihat dengan jelas terutama dalam revolusi Amerika, revolusi industri, dan revolusi Perancis. Gejolak-gejolak yang diakibatkan oleh ketiga revolusi ini terasa pengaruhnya di seluruh dunia. Para ilmuwan tergugah, mereka mulai menyadari pentingnya menganalisis perubahan dalam masyarakat.

Gejolak abad revolusi

Perubahan yang terjadi akibat revolusi benar-benar mencengangkan. Struktur masyarakat yang sudah berlaku ratusan tahun rusak. Bangasawan dan kaum Rohaniawan yang semula bergemilang harta dan kekuasaan, disetarakan haknya dengan rakyat jelata. Raja yang semula berkuasa penuh, kini harus memimpin berdasarkan undang-undang yang di tetapkan. Banyak kerajaan-kerajaan besar di Eropa yang jatuh dan terpecah.


Revolusi Perancis berhasil mengubah struktur masyarakat feodal ke masyarakat yang bebas

Gejolak abad revolusi itu mulai menggugah para ilmuwan pada pemikiran bahwa perubahan masyarakat harus dapat dianalisis. Mereka telah menyakikan betapa perubahan masyarakat yang besar telah membawa banyak korban berupa perang, kemiskinan, pemberontakan dan kerusuhan. Bencana itu dapat dicegah sekiranya perubahan masyarakat sudah diantisipasi secara dini.

Perubahan drastis yang terjadi semasa abad revolusi menguatkan pandangan betapa perlunya penjelasan rasional terhadap perubahan besar dalam masyarakat. Artinya :

  • Perubahan masyarakat bukan merupakan nasib yang harus diterima begitu saja, melainkan dapat diketahui penyebab dan akibatnya.
  • Harus dicari metode ilmiah yang jelas agar dapat menjadi alat bantu untuk menjelaskan perubahan dalam masyarakat dengan bukti-bukti yang kuat serta masuk akal.
  • Dengan metode ilmiah yang tepat (penelitian berulang kali, penjelasan yang teliti, dan perumusan teori berdasarkan pembuktian), perubahan masyarakat sudah dapat diantisipasi sebelumnya sehingga krisis sosial yang parah dapat dicegah.

Kelahiran sosiologi modern

Sosiologi modern tumbuh pesat di benua Amerika, tepatnya di Amerika Serikat dan Kanada. Mengapa bukan di Eropa? (yang notabene merupakan tempat dimana sosiologi muncul pertama kalinya).

Pada permulaan abad ke-20, gelombang besar imigran berdatangan ke Amerika Utara. Gejala itu berakibat pesatnya pertumbuhan penduduk, munculnya kota-kota industri baru, bertambahnya kriminalitas dan lain lain. Konsekuensi gejolak sosial itu, perubahan besar masyarakat pun tak terelakkan.

Perubahan masyarakat itu menggugah para ilmuwan sosial untuk berpikir keras, untuk sampai pada kesadaran bahwa pendekatan sosiologi lama ala Eropa tidak relevan lagi. Mereka berupaya menemukan pendekatan baru yang sesuai dengan kondisi masyarakat pada saat itu. Maka lahirlah sosiologi modern.

Berkebalikan dengan pendapat sebelumnya, pendekatan sosiologi modern cenderung mikro (lebih sering disebut pendekatan empiris). Artinya, perubahan masyarakat dapat dipelajari mulai dari fakta sosial demi fakta sosial yang muncul. Berdasarkan fakta sosial itu dapat ditarik kesimpulan perubahan masyarakat secara menyeluruh. Sejak saat itulah disadari betapa pentingnya penelitian (research) dalam sosiologi.