Tuesday, November 30, 2010

IMF

Karma IMF

Siapa tak kenal IMF. Sepak terjang lembaga tsb selama beberapa dekade terakhir telah menjadi buah bibir berbagai kalangan di seluruh penjuru dunia. IMF adalah lembaga kreditor internasional yang mengklaim dirinya mampu menolong negara-negara dari kesulitan keuangan. Layaknya seorang dokter, IMF melakukan diagnosa penyakit, menuliskan resep-resep penyembuhan, sekaligus juga menentukan biaya yang dibebankan ke si pasien.

Ironisnya, setelah puluhan tahun memberi pertolongan keuangan kepada negara anggotanya, IMF kini justru balik menderita kesulitan keuangan sendiri. Akhir tahun lalu, negara-negara pemegang kendali IMF bahkan telah memaksa Direktur Pelaksana IMF yang baru, Dominique Strauss-Kahn untuk melakukan pemotongan anggaran secara besar-besaran.

Dewa penolong rupanya tengah membutuhkan pertolongan. Sang dokter ahli gizi ternyata sedang menderita gizi buruk.

BUAH KEGAGALAN
Kesulitan keuangan yang dihadapi IMF tidak lepas dari kegagalan program IMF di berbagai negara, yang terakumulasi menjadi ketidakpercayaan dari negara anggotanya. Dalam banyak kasus, keberadaan IMF bukannya malah menolong, namun justru semakin memperparah kondisi ekonomi negara pasiennya. Menolong hanya dalih, karena faktanya IMF lebih sering mendikte negara pasiennya untuk menjalankan kebijakan ekonomi pilihan IMF, yang sebenarnya tidak sesuai dan banyak bertentangan dengan permasalahan dan kebutuhan negara pasiennya.

Salah satu kritik utama yang pernah dilontarkan sejumlah kalangan adalah IMF selalu memberikan resep yang sama untuk kasus-kasus yang dihadapi oleh berbagai negara. Tak peduli jenis maupun penyebab penyakitnya, resep standar tsb selalu digunakan untuk mengobati pasiennya. Resep standar yang berjuluk Structural Adjustment Program (SAP) tsb berisi kebijakan-kebijakan ekonomi yang sealiran dengan Konsensus Washington, yang dibelakangnya tersembunyi kepentingan-kepentingan negara-negara maju.

Salah satu elemen penting dari SAP adalah efisiensi anggaran, melalui pemotongan berbagai jenis subsidi termasuk subsidi pendidikan, kesehatan dan subsidi energi. Meskipun diklaim bertujuan untuk meningkatkan efisiensi anggaran, namun program tsb tidak lebih untuk menjamin ketersediaan anggaran sehingga negara pasiennya mampu mencicil bunga utang kepada IMF maupun negara kreditor internasional. Padahal negara pasien harus menanggung beban berat karena akibat kebijakan tsb. Kelompok miskin tidak lagi mampu mengakses pendidikan dan kesehatan yang layak, daya beli masyarakat anjlok, dan kesenjangan pendapatan semakin melebar.

Elemen SAP lain yang cukup dikenal adalah privatisasi atau divestasi aset negara (BUMN). Meskipun diklaim dapat meningkatkan efisiensi BUMN, namun dalam implementasinya, penjualan aset BUMN lebih banyak merugikan negara pasien karena dijual dengan harga yang sangat murah dan menyebabkan PHK terhadap ratusan karyawan BUMN. Program IMF tersebut justru dimanfaatkan oleh investor-investor asing, yang sebagian adalah rekanan IMF sendiri, untuk membeli aset-aset di negara berkembang dengan harga semurah-murahnya.

Dengan pendekatan yang mendikte seperti di atas, tidak heran jika sejumlah negara akhirnya lebih memilih untuk meninggalkan IMF dan menghentikan kerjasama bahkan lebih cepat dari waktunya. Sebut saja Argentina, Nigeria dan Indonesia yang beberapa tahun lalu memutuskan untuk mempercepat pelunasan utang kepada IMF, dan menyebabkan lembaga kreditor tersebut kehilangan sumber penerimaan yang sangat besar.

KENA KARMA
Kini IMF mendapat karma dari berbagai programnya ke negara-negara berkembang. Berdasarkan dokumen internal IMF yang bocor ke media, IMF berencana melakukan Structural Adjustment demi menyelamatkan lembaga tersebut dari kerugian yang terus menerus. Inti dari program tersebut adalah efisiensi anggaran melalui rasionalisasi, perombakan birokrasi dan efisiensi pemanfaatan aset IMF, yang tidak lain merupakan program sejenis dengan yang pernah IMF paksakan ke negara anggotanya. Dalam dokumen internal tsb, dikatakan bahwa IMF berencana melakukan PHK terhadap sekitar 300-400 karyawannya dan mendorong sejumlah karyawan senior untuk mengambil pensiun dini. IMF juga berencana menggabung beberapa divisi dalam struktur organisasinya, mengurangi produksi laporan, mengefisienkan pemanfaatan aset dengan menyewakan gedung dan apartemen milik IMF, dll.

Tidak mudah bagi IMF untuk mengimplementasikan berbagai rencana efisiensi tsb, karena IMF harus bekerja keras memikirkan cara menghadapi karyawannya. Pasalnya, suasana internal karyawan IMF sedang sangat sensitif dan penuh konflik. Ini setelah tahun 2006 lalu, manajemen IMF merestrukturisasi kompensasi yang mendapat perlawanan keras dari karyawannya. Asosiasi karyawan bahkan untuk pertama kalinya dalam sejarah IMF, melakukan tuntutan hukum kepada manajemen IMF. Malahan kabarnya, karyawan IMF pernah menggunakan pakaian serba hitam sebagai simbol protes terhadap kebijakan kompensasi oleh manajemen.

Lembaga yang selama ini menasihati negara berkembang untuk melakukan pemotongan anggaran dipaksa harus berpikir keras untuk mencari cara memotong anggarannya sendiri. Lembaga yang selalu menekankan pentingnya efisiensi aset negara dan reformasi birokrasi, kini dipaksa memikirkan solusi untuk mengefisiensikan penggunaan aset dan reformasi birokrasinya sendiri. Lembaga yang selama ini seperti berpura-pura tidak tahu akan dampak buruk dari berbagai kebijakannya, kini harus siap menghadapi sendiri dampak buruk tersebut.

IMF selama ini begitu mudahnya memberikan saran pemotongan anggaran, menjual aset-aset negara, mengetatkan likuiditas, melakukan reformasi birokrasi, dll, karena tidak menghadapi resiko akan dampak buruknya bagi ekonomi dan nasib rakyat miskin di negara pasiennya. Namun kini IMF dipaksa harus melaksanakan sendiri berbagai kebijakan tersebut, dan sekaligus harus siap-siap menanggung resikonya. Karma itu telah datang dan mudah-mudahan IMF bisa menarik banyak pelajaran darinya.

Invlasi

Cerita Lama Inflasi

Dalam laporan kebijakan moneter triwulan III yang diterbitkan minggu lalu, Bank Indonesia, otoritas moneter kita, memulai laporannya dengan paragraf:

Tekanan inflasi di Indonesia pada triwulan III-2008 masih tinggi. Hal ini terutama berasal dari tingginya ekspektasi inflasi masyarakat, kuatnya permintaan domestik, serta dampak imported inflation terkait dengan potensi pelemahan nilai tukar rupiah sebagai akibat dari krisis keuangan di AS. Menyikapi perkembangan tersebut, pada tataran kebijakan, Dewan Gubernur Bank Indonesia memandang perlu untuk mengendalikan tekanan inflasi guna mencapai sasaran inflasi dalam jangka menengah dan menjaga kestabilan ekonomi pada umumnya.


Dari paragaraf di atas, jelas terlihat fokus berlebihan Bank Indonesia terhadap inflasi. Padahal saat ini, negara manapun di dunia justru tengah mencurahkan seluruh perhatiannya terhadap kemungkinan perlambatan ekonomi, bahkan resesi. Inflasi adalah cerita lama. Cerita 3 bulan lalu, ketika harga energi sedang membumbung tinggi.

Paragraf inilah yang kemudian menjadi biang kerok, mengapa Indonesia yang menjadi satu-satunya negara yang menaikkan suku bunga.

REFORMASI KEBIJAKAN HARGA PRODUSEN DAN DAMPAKNYA TERHADAP DAYA SAING BERAS

Oleh : M. Husein Sawit

REFORMASI KEBIJAKAN HARGA PRODUSEN DAN DAMPAKNYA TERHADAP DAYA SAING BERAS

1. PENDAHULUAN

Kebijakan harga melalui jaminan harga dasar dapat memperkecil risiko dalam berusahatani, karena petani terlindungi dari kejatuhan harga jual gabah/beras di bawah ongkos produksi, yang sering terjadi dalam musim panen raya.1,2,3) Manakala risiko suatu usaha dapat ditekan sekecil mungkin, maka ketersediaan beras dari produksi dalam negeri lebih terjamin4. Ketersediaan beras dari produksi dalam negeri menjadi salah satu unsur penting dalam memperkuat ketahanan pangan dalam situasi pasar beras internasional masih mencirikan pasar tipis (thin market) dan pasar sisa (residual market). 4,5,6)

Kebijakan harga gabah/beras untuk produsen dapat terlaksana karena adanya pengadaan, dalam hal ini BULOG sebagai lembaga pengesekusi. Pengadaan gabah/beras dapat terealisasi karena adanya mekanisme penyalurannya. Penyaluran beras pengadaan tersebut akan terhambat apabila kualitas gabah/beras tetap rendah.4,7,8,9) Kualitas gabah dan beras adalah salah satu kunci daya saing industri padi dan beras nasional10. Oleh karena itu, kebijakan harga dan insentif pendukung lainnya perlu dirancang untuk saling memperkuat keterkaitan tersebut, sehingga mampu memperkuat industri primer (padi) dan industri sekunder (beras).11,12)

Dalam dua puluh tahun terakhir telah tersedia berbagai teknologi panen, pasca-panen, dan penggilingan padi yang mampu meningkatkan efisiensi dan kualitas gabah/beras, namun terkendala dalam penerapannya, karena rendahnya insentif yang diperoleh petani dan pelaku usaha. Teknologi padat karya pada umumnya masih diadopsi petani meskipun upah buruh terus meningkat. Unit penggilingan padi skala kecil masih mendominasi industri pengolahan gabah. Indonesia jauh tertinggal dalam penerapan teknologi panen, perontokan, pengeringan, dan penggilingan padi dibandingkan dengan beberapa negara produsen padi di Asia, seperti Vietnam, Thailand, dan Cina.1,13,14,15,16)

Kebijakan harga pembelian pemerintah (HPP) kini sedang berada di persimpangan jalan, dengan pengertian apakah akan mereformasi kebijakan harga untuk menghadapi tantangan baru di era liberalisasi? Atau, apakah pemerintah akan tetap mempertahankan HPP kualitas tunggal, yaitu beras kualitas medium yang telah diterapkan selama 41 tahun terakhir, pada: (i) era swasembada/surplus produksi; (ii) era tuntutan peningkatan jumlah serta perbaikan kualitas gabah/beras pengadaan dalam negeri dan stok publik cadangan beras pemerintah; (iii) era pengadaan BULOG dinaikkan dari 6-7% menjadi 8-10% terhadap total produksi beras nasional; dan (iv) era persaingan bebas untuk komoditas beras di kawasan ASEAN FTA.

Dengan latar belakang inilah fokus utama materi orasi ini disusun untuk mendukung kebijakan baru tentang HPP, strategi pengadaan gabah/beras BULOG, dan kualitas cadangan beras pemerintah (CBP).

II. KEBIJAKAN HARGA UNTUK PETANI DAN PERAN PENGADAAN BULOG

Kebijakan harga dan non-harga buat komoditas pangan telah lama dikenal dalam literatur ekonomi pertanian. Namun, kebijakan harga bagi kepentingan petani padi dan beras pertama sekali diperkenalkan di Indonesia pada tahun 1969. Sejak itu, kebijakan harga dan non-harga dilaksanakan secara bersamaan, sehingga Indonesia mampu meningkatkan produksi gabah yang tinggi.8,17,18)

Pemerintah mendorong petani untuk meningkatkan produksi melalui program bimbingan massal (BIMAS) pada pertengahan 1960an. Pada awalnya, pemerintah mendorong petani untuk meningkatkan produksi padi melalui kebijakan non-harga, seperti memperkenalkan varietas unggul padi, pemupukan, pemberantasan hama dan penyakit, perbaikan pengairan, dan perbaikan teknik pertanian. Namun kebijakan non-harga saja ternyata belum cukup ampuh untuk mendorong petani meningkatkan produksi, karena harga gabah/beras yang diterima petani seringkali di bawah biaya produksi.2,8,18,19)

Dukungan pemerintah terhadap kebijakan harga berbeda antara di era reformasi dibandingkan dengan era orde baru (ORBA), terutama terkait dengan desentralisasi, peran teknokrat yang sangat rendah dan sebaliknya politikus.

2.1. Kebijakan Harga di Era Pemerintahan ORBA

Pada era ORBA, pemerintah menetapkan harga gabah dan beras dengan instrumen harga dasar. Pemerintah melalui BULOG melakukan pengadaan gabah/beras, yang pada tahun-tahun tertentu seperti yang terjadi pada era swasembada pertengahan 1980an, melebihi jumlah penyaluran untuk menjaga harga gabah dan beras tidak jatuh di bawah harga dasar.

Penetapan harga dasar ditentukan oleh berbagai variabel dan formula. Formula yang dipakai untuk itu berubah dari waktu ke waktu. Awalnya harga dasar mengacu pada rumus tani, yaitu harga per kg gabah kering simpan (GKS) sama dengan harga per kg urea.

Sejak awal tahun 1990an, harga dasar ditetapkan dengan mempertimbangkan biaya produksi, tingkat inflasi, dan harga beras di pasar internasional. Harga beras luar negeri dipakai sebagai patokan biaya oportunitas dan efisiensi pada industri beras nasional.10,20,21,22,23)

Kebijakan harga yang tepat, diimbangi oleh pengeluaran publik yang tinggi untuk irigasi, riset dan penyuluhan, didukung oleh ketepatan kebijakan moneter dan fiskal telah membuat Indonesia mampu berswasembada beras pada 1984. Namun, sejak akhir 1980an sampai pertengahan 1990an terjadi pelandaian produksi beras. Indonesia terpaksa harus mengimpor beras yang terus meningkat seiring dengan peningkatan permintaan dalam negeri.

2.2. Kebijakan Harga di Era Pemerintahan Reformasi

Pemerintah di era reformasi menata ulang kebijakan harga yang terabaikan dalam periode 1997-2000. Pada waktu itu, pemerintah terpaksa menempuh liberalisasi pasar beras yang radikal, karena "tekanan" lembaga donor.24 Pada akhir tahun 2001, pemerintah berhasil menata ulang kebijakan perberasan nasional.

Perubahan harga dari harga dasar (HD) menjadi harga dasar pembelian pemerintah (HDPP) tertuang dalam diktum ketiga Inpres No. 9/2001 tentang penetapan kebijakan perberasan dan berlaku sejak 1 Januari 2002. Inpres perberasan di era reformasi lebih komprehensif, mencakup kebijakan harga dan non-harga, kebijakan perdagangan, stok publik, serta subsidi beras terarah (targeted).8,12) Inpres kebijakan perberasan tersebut diperbaharui hampir setiap tahun. Sejak 2005, istilah HDPP diganti menjadi harga pembelian pemerintah (HPP).

Biaya dalam pelaksanaan kebijakan HPP relatif lebih murah dibandingkan dengan kebijakan harga dasar, karena pemerintah hanya membeli beras/ gabah secukupnya, sesuai dengan kebutuhan penyaluran.8,25) Kebijakan ini semakin umum dipraktekkan di negara produsen utama beras, seperti Thailand dan Cina.

Dalam enam tahun terakhir, penetapan HPP tidak lagi merujuk kepada harga beras internasional, tetapi sepenuhnya ditentukan oleh ongkos produksi10. Biaya produksi gabah terus meningkat seiring dengan meningkatnya harga sarana produksi, bahan bakar minyak (BBM), dan upah tenaga kerja. Harga pembelian beras pemerintah (kualitas medium FOB Jakarta) pada 2009 ditetapkan lebih tinggi (US$ 508/ton) dibandingkan dengan harga beras internasional dengan kualitas yang sama, yaitu US$ 384/ton (FOB Vietnam 25%). Pada tahun 2010, pemerintah kembali menaikkan HPP sebesar 10% yang makin mendorong penurunan daya saing beras berkualitas medium yang dihasilkan Indonesia.10,26)

Sejak 2007, kebijakan harga dan subsidi pupuk mendapat dukungan politik yang kuat dari DPR. Di pihak lain, dana publik/APBN yang dialokasikan untuk perbaikan irigasi, perbaikan kualitas lahan, riset dan penyuluhan, serta penerapan teknologi panen/pasca-panen diprioritaskan rendah.27,28,29) Walaupun produksi gabah naik cukup tinggi (5,4%/tahun) dalam periode 2007-2009, tetapi sumber pertumbuhan produksi berasal dari kenaikan luas panen (2,9%/tahun), sisanya dari kenaikan produktivitas (2,5%/tahun). Dominasi kebijakan harga dan subsidi pupuk ternyata belum cukup ampuh memecahkan kendala dari sisi suplai beras nasional (supply constraints).

2.3. Harga Gabah dan Pengadaan BULOG

Harga gabah di tingkat produsen dan pengadaan BULOG berkorelasi positif, yaitu 0,547 pada musim panen gadu, 0, 358 pada musim panen paceklik, dan 0,018 pada musim panen raya. Harga gabah ditentukan oleh musim panen padi, yaitu rendah pada musim panen raya dan tinggi di musim paceklik. Volume pengadaan gabah/beras BULOG juga berkaitan erat dengan musim panen dan harga gabah/beras di pasar.9,30,31)

2.3.1. Pola Pergerakan Harga Gabah Menurut Musim

Pola panen padi mengikuti pola musiman, dapat dibagi ke dalam tiga periode yaitu musim panen raya, musim panen gadu, dan musim panen paceklik9,30,31). Musim panen raya berlangsung selama periode Februari-Mei dengan rata-rata luas panen 51% dari 11,8 juta ha areal panen dalam periode 2003-2007. Masa panen berikutnya adalah musim panen gadu (Juni-September) yang mengambil porsi 33%, dan sisanya 16% berlangsung pada periode musim panen paceklik (Oktober-Januari).30 Pada tingkat nasional, walau pada musim paceklik sebagian kecil petani masih melakukan panen padi, karena diantara mereka tidak terkendala dengan ketersediaan air.

Harga gabah merosot rendah pada periode musim panen raya, dan meningkat setelahnya, kemudian melambung dengan harga paling tinggi pada periode musim panen paceklik20,31). Rata-rata harga gabah kering panen (GKP) tingkat produsen dalam dua tahun terakhir (2008-2009) lebih tinggi 10% pada musim panen gadu dan 16% pada musim panen paceklik dibandingkan dengan musim panen raya.

Kualitas gabah/beras juga mengikuti musim panen. Kualitas gabah pada musim panen gadu dan musim panen paceklik jauh lebih baik dibandingkan dengan musim panen raya. Membaiknya kualitas gabah/beras dalam dua musim tersebut disebabkan oleh cukupnya sinar matahari, rendahnya serangan hama dan penyakit, sehingga kandungan butir hampa, butir hijau dan butir kapur rendah, dan pengeringan gabah menjadi mudah sehingga kandungan butir kuning rendah.32) Oleh karena itu, harga gabah/beras akan tinggi pada periode tersebut, mengikuti perkembangan kualitas gabah/beras dan tingkat produksi.26)

Ketika pemerintah menerapkan HPP untuk beras kualitas medium yang berlaku sepanjang tahun, maka kebijakan tersebut sebenarnya "melawan" pergerakan harga dan perbaikan kualitas. Disinilah letak kelemahan mendasar penerapan HPP kualitas medium yang berlaku sepanjang tahun.26)

2.3.2. Pola penyerapan Gabah/Beras oleh BULOG

Pemerintah mampu mengimplementasikan kebijakan HPP karena adanya BULOG sebagai lembaga pelaksananya. Lembaga BUMN ini membeli gabah/beras antara 2-3 juta ton/tahun atau 6-8% dari total produksi beras nasional. Pengadaan beras/gabah setara beras pada musim panen raya dapat mencapai 66%, musim panen gadu 30%, dan hanya 4% pada musim panen paceklik.26,30)

Dalam melakukan pengadaan gabah/beras dalam negeri, BULOG bekerjasama dengan penggilingan padi swasta. BULOG mengelompokkan penggilingan padi swasta ke dalam empat tipe, yaitu A, B, C, dan D. Setiap kelompok menggambarkan alat/proses pengeringan padi, kapasitas giling, dan tempat atau cara penyimpanannya33). Kelompok tipe A adalah yang tertinggi dan tipe D terendah. BULOG tidak pernah bekerjasama dengan penggilingan padi tipe A karena mereka menghasilkan beras berkualitas premium atau super10), tetapi BULOG membeli beras berkualitas medium.

Setiap tahun BULOG bekerjasama dengan 4.500 hingga 5.000 unit penggilingan padi skala kecil yang sebagian besar adalah penggilingan padi tipe D dan C. Semakin banyak pengadaan BULOG pada kelompok D dan C, semakin tinggi permintaan terhadap beras berkualitas medium, dan semakin rendah insentif mereka untuk memperbaiki kualitas beras di luar kualitas medium. Diperkirakan 80% hasil penggilingan padi mereka ditampung oleh BULOG. Segmen pasar beras berkualitas medium terus meningkat dari tahun ke tahun seiring dengan meningkatnya produksi dan volume pengadaan beras dalam negeri oleh BULOG. Inilah salah satu alasan mengapa pengusaha penggilingan skala kecil enggan berinvestasi pada penggilingan padi modern.

Pada era swasembada/surplus produksi, penyerapan gabah/beras oleh BULOG didorong hingga mencapai 10% atau sekitar 4 juta ton beras. Penyerapan yang tinggi untuk beras berkualitas medium telah berdampak luas terhadap kualitas pengadaan BULOG dan kualitas cadangan beras pemerintah yaitu menurun.26)

Sejak terjadinya swasembada/surplus produksi beras periode 2008-2009, pemerintah terus mendorong peningkatan pengadaaan BULOG dari rata-rata 1,8 juta ton beras pada periode 2003-2007 menjadi 3,4 juta ton pada periode 2008-2009, atau meningkat 1,6 juta ton/tahun. Peningkatan pengadaan dalam jumlah besar periode musim panen gadu dan musim panen paceklik yang secara teoritis sulit dilakukan, karena pada periode tersebut kualitas gabah/beras umumnya lebih baik dan harganya tinggi, lebih tinggi dari HPP.26)

III. KEBIJAKAN HARGA DAN HAMBATAN PENGEMBANGAN INDUSTRI BERAS

Industri padi adalah industri primer, yang terus didorong pengembangannya oleh pemerintah melalui berbagai kebijakan harga dan non-harga. Namun di pihak lain, industri beras khususnya industri penggilingan padi belum kokoh dalam mendukung industri primer, karena minimnya sentuhan kebijakan pemerintah. Hal inilah yang telah mempengaruhi kualitas, harga, dan daya saing beras Indonesia.

PERPADI34 melaporkan bahwa jumlah penggilingan padi dewasa ini 109 ribu unit, didominasi oleh penggilingan padi skala sederhana dan kecil sebesar 95% dari total kapasitas giling. Sisanya 5% adalah pangsa penggilingan padi skala besar. Umumnya penggilingan padi skala sederhana dan kecil merupakan investasi pada akhir tahun 1960an sampai awal tahun 1980an. Pada waktu itu, pemerintah membatasi perkembangan unit penggilingan padi skala besar agar unit penggilingan padi skala kecil yang umumnya dimiliki oleh swasta pribumi mampu bersaing dalam struktur pasar gabah/beras yang oligopoli.19)

Rendemen giling gabah di Indonesia juga jauh tertinggal dibandingkan dengan rendemen giling gabah di beberapa negara produsen padi di Asia. Rendemen giling gabah kering giling (GKG) di Cina 70%, Thailand 69,1%, sementara di India, Bangladesh, dan Vietnam masing-masing 66,6%, sedangkan di Indonesia 62,7%. Rendemen giling dapat dipakai sebagai salah satu indikator daya saing industri perberasan nasional.

Kondisi teknologi unit penggilingan padi skala kecil yang sudah tua menjadi penyebab merosotnya kualitas beras, tingginya kehilangan hasil pada kegiatan pengeringan dan penggilingan.35,36,37,38) Investasi untuk pengembangan penggilingan padi modern berjalan sangat lambat di Indonesia.1,26)
Perhatian pemerintah terhadap industri penggilingan padi amat minim. Skim kredit untuk keperluan tersebut dan kebijakan fiskal belum mendukung modernisasi industri penggilingan padi. Hal ini ditambah dengan HPP yang dinaikkan hampir setiap tahun, namun "ditekan rendah" bagi pelaku industri pengolahan. Pada tahun 2006, misalnya, HPP untuk gabah kering panen (GKP) naik 30%, sedangkan HPP gabah kering giling (GKG) di tingkat penggilingan naik 27%, sedangkan kenaikan HPP beras 0%.

Rasio harga beras terhadap harga GKP yang ditetapkan pemerintah memperlihatkan hal yang sama. Rasio harga beras terhadap GKP pada tahun 2003 sebesar 227%, menurun menjadi 210% pada tahun 2005, merosot lagi menjadi 192% sejak tahun 2009. Semakin rendah rasio tersebut, semakin kurang berminat produsen untuk memperbaiki kualitas beras dan menerapkan teknologi baru.
Kenaikan yang tidak proporsional itu telah mengakibatkan sebagian industri penggilingan padi, terutama skala kecil, merugi. Majalah PADI39 melaporkan 25-30% unit penggilingan padi tidak beroperasi, terutama penggilingan padi skala kecil/sederhana yang umumnya adalah usaha kecil menengah (UKM).

Thahir40) dalam naskah orasi pengukuhan profesor riset telah membahas perlunya program nasional untuk perbaikan rendemen beras guna mendukung keberlanjutan swasembada beras dan daya saing global. Setyono41) dalam naskah orasi profesor riset menganalisis pentingnya penerapan teknologi panen dan pasca-panen untuk meningkatkan mutu gabah dan beras. Namun, perbaikan teknologi pasca-panen dan revitalisasi industri penggilingan padi tidak akan terealisasi, tanpa insentif yang memadai bagi petani dan pelaku usaha.

Oleh karena itu, pemerintah perlu mereformasi kebijakan HPP agar mampu memberikan insentif sehingga petani dan pelaku usaha penggilingan padi bersedia menerapkan teknologi baru. Hal itu menjadi penting dalam rangka antisipasi liberalisasi perdagangan gabah/beras di masa mendatang.

IV. LIBERALISASI PERDAGANGAN BERAS

Indonesia telah lama terlibat dalam berbagai perjanjian perdagangan produk pertanian dan non-pertanian di tingkat multilateral, regional, dan bilateral.42,43,44,45,46)

4.1. Perdagangan Multilateral

Indonesia ikut aktif dalam negosiasi di Putaran Doha WTO yang dimulai sejak akhir 2001 dan belum membuahkan kesepakatan hingga sekarang. Indonesia masuk dalam kelompok G-33, kelompok negara berkembang yang memperjuangkan sejumlah produk pertanian menjadi special product (SP), dan mengajukan perlindungan sementara melalui special safeguard mechanism (SSM).24,43)
Beras adalah salah satu komoditas pangan yang akan dimasukkan sebagai SP, sehingga tingkat liberalisasinya tidak terlalu besar dari yang telah diikat (bound) pada perundingan sebelumnya. Indonesia menuntut mekanisme perlindungan yang efektif melalui SSM untuk beras dan sejumlah produk pertanian lainnya. Perlindungan khusus ini juga akan punya batas waktu seperti halnya SP.24,43)

4.2. ASEAN FTA (AFTA) dan ASEAN China FTA (ACFTA)

Indonesia juga ikut aktif dalam berbagai perjanjian perdagangan regional, salah satu yang terpenting adalah AFTA. Negara ASEAN-6 telah berkomitmen dalam kerangka common effective preferensial tariff scheme (CEPT) untuk menghilangkan hambatan perdagangan dan menurunkan tarif impor semua produk ke tingkat 0-5% pada tahun 2010, kecuali beras dan produk yang masuk dalam kelompok highly sensitive list. Produk pada kelompok terakhir ini45,47) akan diliberalisasi paling lambat 1 Januari 2018.

Indonesia ikut pula dalam perjanjian ASEAN China FTA (ACFTA) yang tingkat liberalisasi dan produknya dibahas secara bilateral antara Indonesia dan Cina. Dalam kerja sama perdagangan ini, Indonesia telah menyepakati program penurunan tarif melalui tiga tahapan penjadwalan liberalisasi. Pada tahap III, tingkat tarif produk dalam kelompok highly sensitive menjadi 0-5% dan hambatan non-tarif akan dihapus. Beras47 adalah salah satu produk yang akan diliberalisasi penuh, paling lambat pada tahun 2018).

Oleh karena itu, dalam beberapa tahun mendatang, produsen padi/beras Indonesia akan langsung menghadapi persaingan dengan Vietnam, Thailand, Cina, Kamboja, dan Laos. Hal itu juga akan berdampak terhadap keberadaan lembaga parastatal atau Badan Layanan Umum (BLU) seperti BULOG di Indonesia, BERNAS di Malaysia, dan NFA di Filipina.

V. ARAH DAN FORMULASI KEBIJAKAN HARGA KE DEPAN

5.1. Arah dan Sasaran

Selain produktivitas, industri padi dan beras harus diperkuat dengan memproritaskan pada peningkatan efisiensi melalui pengurangan kehilangan hasil pada tahap pemanenan, perontokan, pengeringan, dan penggilingan gabah.

Kebijakan harga dan non-harga bagi produsen perlu dipertahankan, namun prioritasnya diberikan pada non-harga guna mempercepat peningkatan produktivitas dan efisiensi. Kebijakan harga perlu diubah dari kualitas tunggal atau medium ke multi-kualitas atau kualitas super dan premium, sehingga tercipta insentif untuk mendorong perbaikan kualitas gabah/ beras.

Pengadaan gabah/beras oleh BULOG juga diarahkan untuk mendorong perbaikan kualitas beras dan gabah, dengan mengimplementasikan kebijakan harga multi-kualitas. Lembaga BULOG harus diperankan dalam memecahkan kebuntuan investasi dalam industri penggilingan modern melalui pengadaan yang berbeda kualitas, dan penyaluran beras.

Selama lima tahun terakhir, beberapa anggota DPR/DPRD, pejabat Pemda, aktivis lembaga swadaya masyarakat (LSM), dan pakar ekonomi pertanian mengusulkan agar pemerintah menerapkan HPP yang berbeda antar-wilayah. Kalau itu ditempuh maka tidak saja salah urus di lapangan akan lebih tinggi, tetapi juga pengamanan HPP menjadi kurang efektif, dan tidak mampu memecahkan persoalan perbaikan kualitas beras/gabah.26)

Pengalaman dari negara produsen di Asia memberikan keyakinan bahwa hampir tidak ditemui lagi penetapan harga dasar atau HPP dengan kualitas tunggal atau medium yang berlaku sepanjang tahun. Mereka menetapkan tingkat harga dasar atau HPP yang berbeda karena perbedaan kualitas beras, yaitu menurut butir patah, musim panen, dan varietas, seperti yang dilaporkan oleh FAO.48,49)

MEMPERKUAT EKONOMI RAKYAT LEWAT TEKNOLOGI

Oleh : Tulus T.H. Tambunan dan Ida Busnety
MEMPERKUAT EKONOMI RAKYAT LEWAT TEKNOLOGI

Sebuah perusahaan, baik itu UMB maupun UMK, harus meningkatkan kapasitasnya untuk meningkatkan, atau paling tidak mempertahankan tingkat daya saingnya, agar terjamin kelangsungan pertumbuhan perusahaan dalam jangka panjang. Elemen kunci dari pengembangan kapasitas adalah akumulasi pengetahuan atau pengembangan teknologi. Jadi, dalam hal ini adalah kemampuan suatu perusahaan memperbanyak pengetahuan atau mengembangkan teknologinya.
Pengembangan teknologi di UMK bisa terjadi secara internal di dalam perusahaan atau bisa difasilitaskan lewat akses ke sumber-sumber luar. Jika teknologi berasal dari luar perusahaan, maka disebut alih teknologi. Banyak definisi dan konsep yang diberikan terhadap alih teknologi. Misalnya, Fransman (1986:7) mendefinisikan alih teknologi internasional sebagai suatu process whereby knowledge relating to the transformation of inputs into outputs is acquired by entities within a country (for example, firms, research institutes, etc.) from sources outside that country. Jadi peralihan teknologi dari satu negara ke negara lain yang dibutuhkan untuk memproses input menjadi output. Sedangkan, Thee (1988:183) memberikan beberapa konsep mengenai alih teknologi. Pertama, penggunaan teknologi yang dialihkan secara efektif dalam lingkungan yang baru. Konsep ini tidak memperhatikan asal usul masukan-masukan produksi yang dipergunakan dalam proses produksi, asal proses ini berjalan dengan lancar. Kedua, teknologi dianggap telah dialihkan dengan baik jika angkatan kerja setempat mampu menangani teknologi yang diimpor secara efisien. Misalnya, menurut konsep ini alih teknologi berjalan dengan baik jika pekerja di pabrik bersangkutan telah memperoleh keterampilan yang memadai untuk menjalankan dengan baik mesin yang diimpor, memeliharanya sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan, dan mampu memperbaiki kerusakan mesin. Konsep ini juga meliputi kemampuan para manajer lokal untuk menyusun jadwal proses produksi, rencana pemasaran, dan sebagainya. Ketiga, alih teknologi telah terjadi dengan baik jika teknologi yang diimpor mulai tersebar ke perusahaan lokal lainnya. Keempat, alih teknologi dianggap telah berlangsung dengan baik jika teknologi yang diimpor telah dipahami dan dikuasai sepenuhnya oleh staf teknis dan para pekerja lokal, dan jika teknologi impor ini mulai diubah dan disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan khas dari keadaan lokal.

Hingga saat ini, litaratur mengenai peralihan teknologi sudah sangat banyak, namun fokusnya lebih pada peralihan antar negara, terutama dari NM ke NSB, dan tidak terlalu banyak studi yang khusus UMK dan UM. Menurut Dahlman, dkk (1985), Soesastro (1998), UNCTC, (1987), Tambunan (2006), ada banyak cara mentransfer teknologi antar negara, dan jalur yang umum digunakan dalam alih teknologi adalah sebagai berikut: (1) penanaman modal asing (PMA) atau perusahaan asing, baik dalam bentuk afiliasi yang sepenuhnya milik asing maupun dalam bentuk sebuah patungan (JV) dengan perusahaan lokal. Pentingnya PMA sebagai salah satu sumber teknologi bagi NSB sering terjadi melalui sistem subcontracting dengan perusahaan-perusahaan lokal yang membuat input, komponen, suku cadang atau barang setengah jadi; (2) persetujuan lisensi teknologi/teknis dari sebuah perusahaan asing (tidak harus selalu PMA) sebagai pemilik kepada sebuah perusahaan lokal di bawah suatu pengawasan yang ketat dari pemilik ; (3) turnkey projects/plants: teknisi lokal terlibat, penuh atau hanya pada bagian tertentu dari pembuatan suatu produk asing; (4) perdagangan, atau lebih spesifik lagi, impor barang-barang modal atau antara yang dapat digunakan oleh perusahaan-perusahaan lokal sebagai suatu model untuk merekayasa ulang. Selain itu, ekspor juga merupakan sumber alih teknologi. Karena agar ekspor tetap laku maka kualitas dari barang ekspor harus terus diperbaiki sesuai dengan permintaan pasar atau syarat-syarat dari pembeli, dan untuk memenuhi syarat-syarat tersebut terjadi arus informasi mengenai teknologi dari pembeli ke penjual; (5) pelatihan dan pendidikan, di mana mahasiswa atau pekerja dari NSB belajar atau mengikuti program-program pelatihan atau kuliah di NM; (6) bantuan teknis dan konsultansi yang diberikan oleh tenaga-tenaga ahli atau perusahaan-perusahaan dari NM kepada perusahaan-perusahaan di NSB; (7) arus informasi publik mengenai kemajuan teknologi lewat antara lain penjelasan-penjelasan paten, program-program televisi, majalah-majalah dan jurnal-jurnal teknologi dan ilmu pengetahuan internasional; (8) kunjungan pekerja dan teknisi dari NSB ke pabrik di NM; dan (9) membuat alat/mesin asli, perusahaan lokal di NSB membuat produk tertentu sesuai klasifikasi spesifik yang ditetapkan oleh perusahaan di NM.

Telah disebut di atas bahwa PMA termasuk salah satu sumber penting teknologi bagi perusahaan-perusahaan di NSB. Dari sisi sektor swasta di dalam negeri, selain PMA, UMB nasional juga berperan sebagai salah satu sumber teknologi bagi UMK, umumnya lewat keterkaitan produksi subcontracting. Selain itu ada cara tidak langsung dalam peralihan teknologi dari PMA atau dari UMB yakni lewat mobilisasi tenaga kerja yang pindah dari PMA atau UMB ke UMK. Pekerja-pekerja yang telah sekian lama bekerja di PMA atau UMB telah mendapatkan banyak pengetahuan dan ini bisa menjadi sumber inovasi di UMK.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dari literatur yang ada mengenai transfer teknologi, khususnya lewat subcontracting, kasus-kasus mengenai UMK tidak terlalu banyak. Di NSB di Asia, bukti-bukti adanya keterkaitan produksi dalam sistem subcontracting yang intensif antara UMK dan UMB atau PMA hanya terdapat di negara yang tingkat industrialisasinya sudah maju seperti Korea Selatan, Taiwan dan Singapura, dan juga Thailand dan Malaysia. Di Singapura, misalnya, subcontracting antara perusahaan-perusahaan PMA dan UMK lokal sangat kuat, dan sangat berdampak positif terhadap perkembangan sektor industri manufakturnya, khususnya di kelompok-kelompok industri elektronik dan komputer (Hew 2004) Demikian juga di Malaysia di industri elektroniknya, keterkaitan produksi antar perusahaan, khususnya antara PMA dan pemasok-pemasok lokal berkembang pesat, yang antara lain disebabkan oleh persaingan yang sangat ketat dan perubahan teknologi yang memaksa UB atau UM mensubkontrakkan bagian-bagian tertentu ke UMK (Kanapathy 2004).

Sayangnya, dari literatur yang ada tersebut, peran perguruan tinggi, lembaga R&D dan departemen-departemen pemerintah sebagai sumber-sumber pengembangan teknologi di UMK di negara berkembang masih relatif sedikit. Padahal perguruan tinggi tinggi bisa sangat penting peranya dalam mendukung upaya pengembangan teknologi atau kegiatan inovasi di UMK lewat misalnya program-program pelatihan, pembinaan atau pendampingan seperti yang banyak dilakukan oleh dosen-dosen dalam rangka memenuhi kewajiban mereka dalam pengabdian masyarakat. Lembaga R&D juga bisa memberikan suatu kontribusi penting, misalnya dalam bentuk kerjasama penelitian/pengembangan suatu metode produksi atau produk.

Kesimpulan dari studi mengenai peralihan teknologi ke UMK adalah sebagai berikut. Pertama, peran UMB (termasuk PMA) lebih besar daripada peran perguruan tinggi, lembaga R&D atau departemen pemerintah. Kemungkinan besar hal ini disebabkan oleh desakan pasar, yang memaksa UMB mencari pemasok-pemasok untuk komponen tertentu demi efisiensi. Contohnya, pembuatan suatu produk seperti komputer, mobil, pesawat, dll. sudah tidak lagi hanya oleh satu perusahaan melainkan melibatkan banyak perusahaan, bahkan lintas negara. Sedangkan perguruan tinggi atau lembaga penelitian yang biasanya mempunyai anggaran tetap setiap tahun tidak terdorong untuk membantu UMK jika tidak diharuskan oleh pemerintah. Kedua, kegiatan subcontracting di NSB, yang intensif antara UMK dan UMB hanya ada di sejumlah kecil negara. Karena UMK tidak/belum mampu berfungsi sebagai subkontraktor yang efisien dan berdaya saing tinggi yang mampu memenuhi persyaratan dari UMB. Penyebab utamanya adalah keterbatasan UMK terhadap modal dan penguasaan teknologi dasar yang membuat biaya besar bagi UMB jika UMK tersebut dipaksakan menjadi subkontraktor-subkontraktornya.

Peralihan Teknologi ke UMK di Indonesia

Peran Usaha Menengah dan Besar (termasuk PMA)
Di Indonesia, walaupun ada upaya-upaya yang dilakukan oleh pemerintah sejak zaman Orde Baru untuk mengembangkan kerjasama antara UMK dengan UMB (termasuk PMA), terutama dalam sistem subcontracting, akan tetapi kenyataannya sistem keterkaitan produksi ini masih relatif lemah. Selama era Orba, pemerintah menerapkan suatu sistem proteksi dan peraturan-peraturan mengenai kandungan lokal (“deletion program”) di sejumlah kelompok industri, termasuk mesin, elektronik dan otomotif, sebagai bagian dari kebijaksanaan substitusi impor (SI). Rasional kebijaksanaan kandungan lokal tersebut adalah untuk mengembangkan industri sendiri diperlukan suatu kepastian pasar di dalam negeri, yang selanjutnya berarti bisa meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi dari industri nasional (TAF, 2000). Selain itu, kebijaksanaan kandungan lokal itu diharapkan bisa menciptakan suatu pola pembangunan industri yang mengikuti model piramid industri dari Jepang, di mana semua lapisan saling tersambung dan saling mendukung. UMK pada tingkat dasarnya mendukung UM, dan UM mendukung UB pada ujung atas dari piramid tersebut. UMB di industri yang dilindungi dari impor juga dituntun oleh berbagai macam peraturan dan fasilitas untuk memakai bahan baku, komponen, dan input lainnya yang diproduksi di dalam negeri, terutama dari UMK. Keterlibatan UMK sebagai subcontracting di dalam produksi dalam negeri dipercayai sebagai suatu cara yang efektif.

Namun kebijaksanaan industri tersebut ternyata tidak menghasilkan struktur piramid a’la Jepang. Sebaliknya, kebijaksanaan itu telah menghasilkan suatu sistem produksi terintegrasi kuat secara vertikal diantara sesama UB. The Asia Foundation (TAF, 2000) menegaskan bahwa kegagalan dalam menciptakan saling ketergantungan yang kuat antara UMK dengan UMB adalah terutama karena intervensi pemerintah terlalu besar, yang bertujuan menggantikan mekanisme pasar. Pemerintah menetapkan produk-produk atau industri-industri mana yang mendapatkan prioritas di dalam kebijaksanaan tersebut, dan memberikan insentif-insentif fiskal sesuai dengan jenis produk atau tipe industri yang mendapatkan prioritas. Penentuan prioritas tidak selalu didasarkan pada pertimbangan ekonomi, seperti kapasitas UMK untuk melakukan investasi dan penyerapan teknologi.

Menurut Thee (1990), hanya di industri otomotif yakni PT ASTRA Internasional dapat dikatakan berhasil hingga tingkat tertentu menaikkan kandungan lokal di dalam perakitan/pembuatan otomotif, sebaliknya untuk industri lainnya. PT ASTRA International mampu mengembangkan sejumlah UMK dan UM menjadi perusahaan pemasok komponen otomotif yang layak dan efisien. Sebagai hasil dari pelatihan-pelatihan yang diberikan oleh PT ASTRA Internasional kepada pemasok-pemasok lokal yang berpotensi, maka dalam waktu singkat, pemasok-pemasok tersebut sudah mampu membuat beragam jenis komponen dan onderdil untuk bebagai merek mobil dan motor Jepang sesuai standar kualitas dan mensuplainya sesuai jadwal yang ditetapkan oleh PT ASTRA Internasional (Tambunan, 2010).

Thee (1990b, 1997) juga memberikan argumen yang sama bahwa keterkaitan produksi antara UMK dan UMB atau antara perusahaan lokal dengan PMA di sektor industri tidak berkembang lancar selama era Orde Baru karena distorsi pasar akibat intervensi pemerintah. kekurangan keterampilan/pendidikan dan rendahnya kemampuan teknologi dari perusahaan-perusahaan lokal, terutama UMK. SRI International (1992) juga menemukan bahwa keterkaitan produksi antara UMB dan sentra-sentra UMK sangat lemah dan hanya sebagian kecil dari sentra-sentra yang ada di Indonesia (dan semuanya terdapat di Jawa) yang mempunyai hubungan subcontracting dengan UMB. Studi-studi lainnya seperti Sato (2000), Supratikno (2001), dan JICA (2000) juga menyimpulkan hal yang sama bahwa subcontracting antara UMB dan UMK lemah, terutama karena UMK tidak bisa memenuhi standar kualitas yang diminta oleh UMB, dan hal ini jelas karena keterbatasan UMK atas teknologi dan SDM.

Selain dalam bentuk subcontracting, aliansi strategis antara UMK dan UMB juga sangat krusial sebagai salah satu sumber teknologi bagi UMK. Namun tidak mudah mendapatkan kasus-kasus keberhasilan pengembangan AS antara UMK dan UMB di Indonesia. Kasus-kasus yang ada antara lain adalah kasus kluster industri pakaian jadi di Bali, dan kasus-kasus mengenai kluster-kluster UKM lainnya yang tersebar di Jawa seperti kluster industri mebel di Jepara, kluster industri komponen mesin di Ceper, kluster industri pengerjaan logam di Tegal, kluster industri komponen-komponen tertentu dari pakaian batik di sekitar Yogyakarta dan industri mobil dan motor Astra. Di beberapa kasus ini (terkecuali Astra), arus informasi, bantuan teknis dan lainnya banyak berasal dari pembeli-pembeli asing, yang mencari produk-produk berkualitas untuk pasar ekspor dan mau memberi bantuan kepada produsen-produsen lokal di kluster-kluster tersebut agar bisa membuat produk-produk dengan kualitas yang mereka inginkan.

Dari kasus Bali tersebut yang ditelitinya, Cole (1998:256) menyimpulkan betapa pentingnya aliansi strategis antara produsen-produsen lokal dengan pembeli-pembeli mereka dari luar negeri sebagai berikut, a more effective private sector solution would be ’strategic alliances’, or the transfer of knowledge as a natural part of coperative long-term business relationships. In the context of such relationships, buyers of products and vendors of technology and capital often provide information-related assistance to less developed firms as a normal part of doing business. Such transfers are driven by long-term profit motivation and have nothing to do with welfare. To work, knowledge transfer through strategic alliances has to be entirely voluntary and must provide enough returns for the knowledge provider to cover the costs and the risks involved.

Penelitian Tambunan (2006) terhadap lebih dari 100 UMK dan UM di Indonesia juga menambah bukti empiris bahwa di dalam kelompok UMK dan UM, aliansi strategis cukup popular terutama diantara UM. Ia meneliti 124 responden, kebanyakan adalah UM, dan menemukan lebih dari 50 persen dari mereka pernah mempunyai aliansi strategis dengan perusahaan lain. Namun demikian, persentase dari mereka yang punya aliansi strategis bervariasi menurut industri. Sebagian besar dari perusahaan yang diteliti di kelompok industri makanan, minuman, dan tembakau, dan industri yang membuat produk logam seperti mesin-mesin, alat-alat produksi, dan barang modal lainnya pernah punya beberapa tipe aliansi strategis dengan perusahaan lain, sedangkan proporsi di kelompok industri lainnya sangat rendah. Kebanyakan dari perusahaan-perusahaan yang diteliti mempunyai lebih dari satu tipe aliansi strategis. Tipe aliansi strategis yang paling penting adalah kesepakatan kerja sama jangka panjang dalam pemasaran, aliansi pembeli-pemasok, dan kerjasama dalam teknologi. Dalam hal jenis bantuan yang didapat oleh perusahaan mitra aliansi strategis yang terpenting adalah teknologi, informasi pasar, dan pelatihan keahlian pekerja. Beberapa dari jenis aliansi strategis di tabel tersebut (BELUM ADA TABELNYA???) dijelaskan secara garis besar di sini. Kesepakatan pemasaran jangka panjang punya tiga sub-tipe, yakni pemasaran, distribusi, dan produksi. Diantara sub-tipe tersebut, frekuensi (dalam arti yang banyak dilakukan oleh responden) dari kesepatakan dalam pemasaran lebih tinggi daripada frekuensi dari kesepakatan-kesepakatan dalam distribusi dan produksi. Kontrak/lisensi luar bisa jangka pendek atau jangka panjang, tergantung terutama dari jenis kegiatan. Hasil survei menunjukkan bahwa dari mereka yang memiliki aliansi strategis dalam jenis ini lebih banyak yang memilih jangka pendek. Mereka menganggapnya lebih menarik terutama karena tidak membuat ketergantungan yang terlalu lama pada pihak lain. Aliansi teknologi adalah suatu kerja sama dalam melakukan R&D, baik dalam produk yang dibuat maupun proses produksinya, ternyata R&D dalam proses produksi lebih penting daripada dalam membuat produk bagi sebagian responden yang memilih jenis aliansi strategis ini..

Sedangkan, penelitian The Asia Foundation (TAF, 2000) menunjukkan bahwa sebagian besar dari respondennya yang memiliki aliansi strategis adalah dalam kerjasama pemasaran, bukan aliansi teknologi (yakni pengembangan atau difusi teknologi). Penelitiannya mencakup 300 perusahaan di tiga subsektor manufakktur, yaitu agro misalnya makanan, produk kayu dan pakaian di enam wilayah yaitu Sumatra Utara, Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Bali.
Menyangkut jenis bantuan yang diterima oleh para responden dari mitra aliansi strategis yang paling banyak adalah teknologi, informasi pasar, dan pelatihan ketrampilan. Bantuan seperti ini dianggap sebagai bentuk konkrit dari keuntungan dari membangun suatu aliansi strategis sehingga dapat meningkatkan kapasitas produksi, kualitas produk, efisensi dalam proses produksi, produktivitas tenaga kerja, dan yang akhirnya tingkat daya saing perusahaan.

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, di dalam studi ini juga dilakukan sebuah survei terhadap sejumlah UMK di klaster industri pengerjaan logam di Kabupaten Tegal, Jawa Tengah. Tegal termasuk satu dari sejumlah kecil wilayah di Indonesia yang mempunyai suatu sejarah panjang perkembangan industri pengerjaan logam. Tegal menjadi pusat pengerja

Wednesday, November 3, 2010

Sejarah Koperasi

Reformasi Koperasi Bubarkan Wadah Tunggal , Rasionalkah?

Sejarah koperasi seringkali tidak banyak kita pahami. Hari ini 12 juli kita kembali memperingati hari Koperasi , yah hari raya bagi koperasi dan kesempatan untuk kembali diinggat. Tetapi taukah anda bahwa hari koperasi yang kita peringati setiap tanggal 12 juli sejatinya lebih tepat disebut sebagai hari DEKOPIN ?Pada posting tentang sejarah koperasi saya sampaikan bahwa pada tanggal 12 Juli 1947 pergerakan Koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. hasilnya adalah

a. Mendirikan Sentral Organisasi Koperasi Rakyat (SOKRI) yang berkedudukan di Tasikmalaya.

b. Mengajukan berdirinya “Koperasi Desa” dalam rangka mengatur perekonomian pedesaan.

c. Menetapkan tanggal 12 Juli sebagai hari koperasi.

Bulan Juli 1953 diadakan kongres koperasi ke II di Bandung keputusannya.

a. Mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.

b. SOKRI di ubah menjadi Dewan Koperasi Indonesia.
Saya lebih suka menyebut hari koperasi adalah hari dekopin karena sejatinya Tanggal 12 Juli gerakan koperasi tidak memperingati apapun kecuali memperingati lahirnya SOKRI yang kemudian menjadi DEKOPIN. terlepas dari apa yang kita peringati saya lebih tertarik mencermati betapa ide wadah tunggal DEKOPIN sudah sejak lama menjadi perdebatan, alasanya koperasi haruslah demokratis dan wadah tunggal hanya cocok untuk pola otoriter. pada zaman orba yang sentralistik mungkin cocoklah tetapi ketika seluruh aspek di negeri ini mulai mereformasi diri sampai - sampai institusi militer yang sangat menjunjung sistem komando sekalipun mengedepankan ide reformasi, koperasi justru tidaka pernah mengucapkanya, koperasi jauh ketinggalan gerbong. mungkin ide membubarkan wadah tunggal layak kita fikirkan kembali terutam untuk kaum muda, salah satu alasan yang masuk akal menurut saya. sentralisasi koperasi melalui DEKOPIN hanya menyebabkan rebutan lahan basah dan tetntu juga APBN , seperti sekarang:) so siapa ikut:)

Tags : sejarah koperasi , makalah koperasi

Reformasi Koperasi Bubarkan Wadah Tunggal , Rasionalkah?

Sejarah koperasi seringkali tidak banyak kita pahami. Hari ini 12 juli kita kembali memperingati hari Koperasi , yah hari raya bagi koperasi dan kesempatan untuk kembali diinggat. Tetapi taukah anda bahwa hari koperasi yang kita peringati setiap tanggal 12 juli sejatinya lebih tepat disebut sebagai hari DEKOPIN ?Padaposting tentang sejarah koperasi saya sampaikan bahwa pada tanggal 12 Juli 1947 pergerakan Koperasi di Indonesia mengadakan Kongres Koperasi yang pertama di Tasikmalaya. hasilnya adalah

a. Mendirikan Sentral Organisasi Koperasi Rakyat (SOKRI) yang berkedudukan di Tasikmalaya.

b. Mengajukan berdirinya “Koperasi Desa” dalam rangka mengatur perekonomian pedesaan.

c. Menetapkan tanggal 12 Juli sebagai hari koperasi.

Bulan Juli 1953 diadakan kongres koperasi ke II di Bandung keputusannya.

a. Mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.

b. SOKRI di ubah menjadi Dewan Koperasi Indonesia.
Saya lebih suka menyebut hari koperasi adalah hari dekopin karena sejatinya Tanggal 12 Juli gerakan koperasi tidak memperingati apapun kecuali memperingati lahirnya SOKRI yang kemudian menjadi DEKOPIN. terlepas dari apa yang kita peringati saya lebih tertarik mencermati betapa ide wadah tunggal DEKOPIN sudah sejak lama menjadi perdebatan, alasanya koperasi haruslah demokratis dan wadah tunggal hanya cocok untuk pola otoriter. pada zaman orba yang sentralistik mungkin cocoklah tetapi ketika seluruh aspek di negeri ini mulai mereformasi diri sampai - sampai institusi militer yang sangat menjunjung sistem komando sekalipun mengedepankan ide reformasi, koperasi justru tidaka pernah mengucapkanya, koperasi jauh ketinggalan gerbong. mungkin ide membubarkan wadah tunggal layak kita fikirkan kembali terutam untuk kaum muda, salah satu alasan yang masuk akal menurut saya. sentralisasi koperasi melalui DEKOPIN hanya menyebabkan rebutan lahan basah dan tetntu juga APBN

Ekonomi Koperasi Raksasa Ekonomi Dunia

KOPERASI DI LUAR SANA
Ekonomi Koperasi Raksasa Ekonomi Dunia
Sumber : Ekonomi koperasi future and past

Jangan bayangkan koperasi itu hanya toko kecil dengan manajemen koperasi
nanggung disamping rumah kita yang beromzet jutaan sehari. Dari artikel koperasi dan makalah koperasi kita sering mendapatkan betapa peliknya masalah koperasi dan pembangunan koperasi Indonesia.sejarah koperasi mengajarkan kepada kita betapa Pengertian koperasi.Dibelahan dunia lain koperasi mampu memberikan kontribusi sangat signifikan terhadap perekonomian. Koperasi menguasai sector-sektor strategis dan turut menentukan kebijakan ekonomi. Saya akan menyampaikan data yang diperoleh dari ica tetang kontribusi koperasi internasional. Dari makalah koperasi ini setidakanya kita kembali bersemangat untuk memperjuangkan koperasi menjadi sokoguru perekonomian nasional

* Di Asia 45.3 Juta orang adalah anggota dari credit union (koperasi simpan pinjam)( Source: Association of Asian Confederation of Credit Unions, Annual Report 2007/2008) (Sumber: Asosiasi Kredit Asia Konfederasi Serikat Pekerja, Laporan Tahunan 2007/2008)
* Di Argentina, terdapat 11,357 asosiasi koperasi dengan lebih dari 9 juta anggota - 22% dari populasi Di Argentina ( Source: Instituto Nacional de Asociativismo y Economia Social (INAES), September 2007 ) (Sumber: Instituto Nacional de Asociativismo y Economia Sosial (INAES), September 2007)
* Di Belgia, terdapat 29.933 koperasi masyarakat pada tahun 2001.
* Di Kanada, empat dari setiap sepuluh penduduk Kanada adalah anggota setidaknya satu koperasi. Di Quebec, sekitar 70% dari penduduk adalah anggota koperasi, sedangkan di Saskatchewan 56% adalah anggota. Sumber: Koperasi Sekretariat, Pemerintah Kanada.
* Di Kolombia lebih dari 4 juta orang anggota koperasi atau 9,17% dari jumlah penduduk. ( Source: CONFECOOP. Sector Cooperativo Colombiano 2007 ) (Sumber: CONFECOOP. Cooperativo Sektor Colombiano 2007)
* Di Costa Rica dihitung lebih dari 10% penduduk sebagai anggota koperasi.
* Finlandia, S-Group memiliki keanggotaan 1468572 individu yang mewakili 62% dari rumah tangga Finlandia. ( Source: SOK Corporation Annual Report 2004 ) (Sumber: SOK Corporation Laporan Tahunan 2004)
* Di Jerman, terdapat 20 juta orang yang menjadi anggota koperasi, 1 dari 4 orang penduduk.
* Di Indonesia, 27,5% keluarga yang mewakili sekitar 80 juta orang adalah anggota koperasi. ( Source: Ministry of Co-operative & SMEs, Indonesia,2004 ) (Sumber: Kementerian Koperasi & UKM, Indonesia, 2004)
* Di Jepang, 1 dari setiap 3 keluarga adalah anggota dari sebuah koperasi.
* Di India, lebih dari 239 juta orang adalah anggota sebuah koperasi.
* Di Malaysia, 5.9 juta orang atau 24% dari populasi total penduduk adalah anggota koperasi malaysia.( Source: Ministry of Entrepreneur and Co-operative Development, Department of Co-operative Development, Malaysia, December 2006
* Di Selandia Baru, 40% dari penduduk dewasa adalah anggota koperasi ( Source: New Zealand Co-operative Association, 2007 )
* Di Singapura, 50% penduduk (1,6 juta orang) adalah anggota dari sebuah koperasi.
* Di Amerika Serikat, 4 di 10 individu adalah anggota koperasi (25%).
Mau tahu bagaimana koperasi ikut memberikan kontribusi sangat signifikan terhap perekonomian? simak posting berikutnya:)

Ekonomi Koperasi Raksasa Ekonomi Dunia

Jangan bayangkan koperasi itu hanya toko kecil dengan manajemen koperasi
nanggung disamping rumah kita yang beromzet jutaan sehari. Dari artikel koperasi dan makalah koperasi kita sering mendapatkan betapa peliknya masalah koperasi dan pembangunan koperasi Indonesia.sejarah koperasi mengajarkan kepada kita betapa Pengertian koperasi.Dibelahan dunia lain koperasi mampu memberikan kontribusi sangat signifikan terhadap perekonomian. Koperasi menguasai sector-sektor strategis dan turut menentukan kebijakan ekonomi. Saya akan menyampaikan data yang diperoleh dari ica tetang kontribusi koperasi internasional. Dari makalah koperasi ini setidakanya kita kembali bersemangat untuk memperjuangkan koperasi menjadi sokoguru perekonomian nasional

* Di Asia 45.3 Juta orang adalah anggota dari credit union (koperasi simpan pinjam)( Source: Association of Asian Confederation of Credit Unions, Annual Report 2007/2008) (Sumber: Asosiasi Kredit Asia Konfederasi Serikat Pekerja, Laporan Tahunan 2007/2008)
* Di Argentina, terdapat 11,357 asosiasi koperasi dengan lebih dari 9 juta anggota - 22% dari populasi Di Argentina ( Source: Instituto Nacional de Asociativismo y Economia Social (INAES), September 2007 ) (Sumber: Instituto Nacional de Asociativismo y Economia Sosial (INAES), September 2007)
* Di Belgia, terdapat 29.933 koperasi masyarakat pada tahun 2001.
* Di Kanada, empat dari setiap sepuluh penduduk Kanada adalah anggota setidaknya satu koperasi. Di Quebec, sekitar 70% dari penduduk adalah anggota koperasi, sedangkan di Saskatchewan 56% adalah anggota. Sumber: Koperasi Sekretariat, Pemerintah Kanada.
* Di Kolombia lebih dari 4 juta orang anggota koperasi atau 9,17% dari jumlah penduduk. ( Source: CONFECOOP. Sector Cooperativo Colombiano 2007 ) (Sumber: CONFECOOP. Cooperativo Sektor Colombiano 2007)
* Di Costa Rica dihitung lebih dari 10% penduduk sebagai anggota koperasi.
* Finlandia, S-Group memiliki keanggotaan 1468572 individu yang mewakili 62% dari rumah tangga Finlandia. ( Source: SOK Corporation Annual Report 2004 ) (Sumber: SOK Corporation Laporan Tahunan 2004)
* Di Jerman, terdapat 20 juta orang yang menjadi anggota koperasi, 1 dari 4 orang penduduk.
* Di Indonesia, 27,5% keluarga yang mewakili sekitar 80 juta orang adalah anggota koperasi. ( Source: Ministry of Co-operative & SMEs, Indonesia,2004 ) (Sumber: Kementerian Koperasi & UKM, Indonesia, 2004)
* Di Jepang, 1 dari setiap 3 keluarga adalah anggota dari sebuah koperasi.
* Di India, lebih dari 239 juta orang adalah anggota sebuah koperasi.
* Di Malaysia, 5.9 juta orang atau 24% dari populasi total penduduk adalah anggota koperasi malaysia.( Source: Ministry of Entrepreneur and Co-operative Development, Department of Co-operative Development, Malaysia, December 2006
* Di Selandia Baru, 40% dari penduduk dewasa adalah anggota koperasi ( Source: New Zealand Co-operative Association, 2007 )
* Di Singapura, 50% penduduk (1,6 juta orang) adalah anggota dari sebuah koperasi.
* Di Amerika Serikat, 4 di 10 individu adalah anggota koperasi (25%).
Mau tahu bagaimana koperasi ikut memberikan kontribusi sangat signifikan terhap perekonomian? simak posting berikutnya:)

Manajemen Koperasi

KOPERASI INDONESIA : ANALISA SWOT KOPERASI
Perencanaan Strategis Dengan Menggunakan Analisa SWOT Untuk Koperasi Indonesia
Sumber : koperasi indonesia future and past

Dalam Manajemen Koperasi Perencanaan strategis adalah pengambilan keputusan saat ini untuk koperasi yang akan dilakukan pada masa datang. Pengambilan keputusan dalam organisasi Koperasi Indonesia harus mempertimbangka Sumber daya, kondisi saat ini serta peramalan terhadap keadaan yang mempengaruhi koperasi dimasa yang akan datang.Kita Bisa ambil Contoh Kondisi saat ini disini dan disini

Untuk melakukan perencanaan Strategis dalam koperasi maka pengurus koperasi harus memperhatikan 4 aspek penting yaitu masa depan dan peramalanya, aspek lingkungan baik internal atau eksternal, target kedepan dan terakhir strategi untuk pencapaian target.

Organisasi Koperasi seacara kelembagaan harus mempunyai perangkat organisasi koperasi yang menjadi sarana dalam pencapaian tujuan koperasi. Perangkat fundamental dalam perencanaan strategis yang kemudian menjadi kelengkapan organisasi yang wajib ada adalah parameter-parameter idialisme dasar seperti; visi, misi, goal, objektif,


Untuk mempercepat percapaian Renstra koperasi diperlukan:
- Spesific ( kekhususan)
- Measurable ( Terukur)
- Achieveable ( Dapat dicapai)
- Rationable ( Rasional, dapat dipahami)
- Timebound ( Ada limit/batas waktu)

Bagimana cara menyusun Renstra Koperasi

Renstra koperasi pertama kali kita rumuskan dengan 3 menjawab pertanyaan mendasar:

1. Dimana koperasi kita saat ini berada, dan akan kemana arahan koperasi kita?
2. Kemana tujuan koperasi kita, ingin pergi kemana koperasi kita.?
3. Bagaimana atau dengan apa koperasi kita pergi atau mencapai tujuan tersebut?

Setelah kita berhasil mejawab ke 3 pertanyaan diatas kita akan melakukan evaluasi organisasi koperasi dengan menggunakan Analisa SWOT.

secara terperici tahapan menyusun Renstra koperasi adalah sebagai berikut.

Melakukan Analisa SWOT untuk koperasi Kita
Perumusan SWOT ditujukan sebagai dasar pembuatan strategi. Analisa SWOT adalah pola evaluasi yang mengklasifikasikan kondisi koperasi dengen SWOT yaitu Streght ( Kekuatan) Weakness ( Kelemahan koperasi Kita ) Oportunity ( Peluang Koperasi kita) dan threat ( ancaman pada Koperasi ) . Pengurus harus mengkalsifikasikan hal2 ditas menjadi sebuah tabel yang kemudian dijadikan dasar sebagai pengambilan keputusan dalam renstra koperasi.Seorang pengurus koperasi harus paham betul kondisi koperasinya, Pengurus harus mampu melakukan forecasting atau peramalan kondisi kedepan. Dari forecasting ini kemudian di rumuskan asumsi-asumsi yang relevan. Dari pemetaan kondisi dan permalahan inilah kemudian di rumuskan analisi SWOT Koperasi. Proses pertama yang harus dilakukan adalah evaluasi diri, dari sini akan ditemukan "strengths" dan weaknesses serta sumberdaya organisasi. Kemdian analisa kondisi eksternal, seperti kondisi pasar, social, ekonomi dan budaya akan meminculkan opportunities dan threats

Menentukan target Koperasi.
Setelah analis SWOt koperasi selesai dilakukan langjah berikutnya adalah menntukan target. Fase ini merupakan salah satubagian terpenting dari penyusunan strategi koperasi. Target ini diperoleh dari proses telaah realistis terhadap analisa SWOT yang telah ditentukan sebelumnya dan target koperasi harus diyakini oleh seluruh komponen organisasi koperasi, bahwa koperasi mampu mencapainya.

Perumusan Strategi Koperasi
Fase ini adalah upaya penyusunan siasat untuk menyelesaikan permasalahan koperasi sekaligus cara untuk pencapaian target koperasi.

Hasil Renstra Koperasi biasanya berupa Garis-Garis Besar program Kerja ( GBPK ) Koperasi yang juga harus disertai dengan Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belenja Koperasi ( APBK) hasil perumusan Renstra akan dibaha dan Disahakan di RAT Koperasi

Perencanaan Strategis Dengan Menggunakan Analisa SWOT Untuk Koperasi Indonesia

Setelah membahas tentang RAT kita lanjutkan dengan pembahasan bagaimana cara menyusun rencana strategis menggunakan anlisa SWOT untuk Koperasi Indonesia.

Dalam Manajemen Koperasi Perencanaan strategis adalah pengambilan keputusan saat ini untuk koperasi yang akan dilakukan pada masa datang. Pengambilan keputusan dalam organisasi KoperasiIndonesia harus mempertimbangka Sumber daya, kondisi saat ini serta peramalan terhadap keadaan yang mempengaruhi koperasi dimasa yang akan datang.Kita Bisa ambil Contoh Kondisi saat ini disini dan disini

Untuk melakukan perencanaan Strategis dalam koperasi maka pengurus koperasi harus memperhatikan 4 aspek penting yaitu masa depan dan peramalanya, aspek lingkungan baik internal atau eksternal, target kedepan dan terakhir strategi untuk pencapaian target.

Organisasi Koperasi seacara kelembagaan harus mempunyai perangkat organisasi koperasi yang menjadi sarana dalam pencapaian tujuan koperasi. Perangkat fundamental dalam perencanaan strategis yang kemudian menjadi kelengkapan organisasi yang wajib ada adalah parameter-parameter idialisme dasar seperti; visi, misi, goal, objektif,


Untuk mempercepat percapaian Renstra koperasi diperlukan:
- Spesific ( kekhususan)
- Measurable ( Terukur)
- Achieveable ( Dapat dicapai)
- Rationable ( Rasional, dapat dipahami)
- Timebound ( Ada limit/batas waktu)

Bagimana cara menyusun Renstra Koperasi

Renstra koperasi pertama kali kita rumuskan dengan 3 menjawab pertanyaan mendasar:

1. Dimana koperasi kita saat ini berada, dan akan kemana arahan koperasi kita?
2. Kemana tujuan koperasi kita, ingin pergi kemana koperasi kita.?
3. Bagaimana atau dengan apa koperasi kita pergi atau mencapai tujuan tersebut?

Setelah kita berhasil mejawab ke 3 pertanyaan diatas kita akan melakukan evaluasi organisasi koperasi dengan menggunakan Analisa SWOT.

secara terperici tahapan menyusun Renstra koperasi adalah sebagai berikut.

Melakukan Analisa SWOT untuk koperasi Kita
Perumusan SWOT ditujukan sebagai dasar pembuatan strategi. Analisa SWOT adalah pola evaluasi yang mengklasifikasikan kondisi koperasi dengen SWOT yaitu Streght ( Kekuatan) Weakness ( Kelemahan koperasi Kita ) Oportunity ( Peluang Koperasi kita) dan threat ( ancaman pada Koperasi ) . Pengurus harus mengkalsifikasikan hal2 ditas menjadi sebuah tabel yang kemudian dijadikan dasar sebagai pengambilan keputusan dalam renstra koperasi.Seorang pengurus koperasi harus paham betul kondisi koperasinya, Pengurus harus mampu melakukanforecasting atau peramalan kondisi kedepan. Dari forecasting ini kemudian di rumuskan asumsi-asumsi yang relevan. Dari pemetaan kondisi dan permalahan inilah kemudian di rumuskan analisi SWOT Koperasi. Proses pertama yang harus dilakukan adalah evaluasi diri, dari sini akan ditemukan "strengths" dan weaknesses serta sumberdaya organisasi. Kemdian analisa kondisi eksternal, seperti kondisi pasar, social, ekonomi dan budaya akan meminculkanopportunities dan threats

Menentukan target Koperasi.
Setelah analis SWOt koperasi selesai dilakukan langjah berikutnya adalah menntukan target. Fase ini merupakan salah satubagian terpenting dari penyusunan strategi koperasi. Target ini diperoleh dari proses telaah realistis terhadap analisa SWOT yang telah ditentukan sebelumnya dan target koperasi harus diyakini oleh seluruh komponen organisasi koperasi, bahwa koperasi mampu mencapainya.

Perumusan Strategi Koperasi
Fase ini adalah upaya penyusunan siasat untuk menyelesaikan permasalahan koperasi sekaligus cara untuk pencapaian target koperasi.

Hasil Renstra Koperasi biasanya berupa Garis-Garis Besar program Kerja ( GBPK ) Koperasi yang juga harus disertai dengan Perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belenja Koperasi ( APBK) hasil perumusan Renstra akan dibaha dan Disahakan di RAT Koperasi