Saturday, March 19, 2011

Hukum Perikatan

Pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III BW, walaupun telah jelas tertera bahwa Buku III BW mengatur tentang perikatan. Namun dalam pasal-pasal pada Buku III BW tidak dapat ditemukan satu pasalpun yang memberikan arti mengenai perikatan itu sendiri. Meskipun pengertian perikatan tidak dapat ditemukan dalam Buku III KUH Perdata, tetapi pengertian perikatan diberikan oleh ilmu pengetahuan Hukum Perdata. Menurut ilmu pengetahuan Hukum Perdata, pengertian perikatan adalah suatuhubungan dalam lapangan harta kekayaan antara dua orang atau lebih dimana pihak yang satu berhak atas sesuatu dan pihak lain berkewajiban atas sesuatu.
Beberapa sarjana juga telah memberikan pengertian mengenai perikatan. Pitlo memberikan pengertian perikatan yaitu suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas suatu prestasi. sedangkan pengertian perikatan menurut Hofmann adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum sehubungan dengan itu seorang atau beberapa orang daripadanya (debitur atau pada debitur).
mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu
terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Istilah perikatan sudah tepat sekali untuk melukiskan suatu pengertian yang sama yang dimaksudkan verbintenis dalam bahasa Belanda yaitu suatu hubungan hukum antara dua pihak yang isinya adalah hak an kewajiban untuk memenuhi tuntutan tersebut.
Dalam beberapa pengertian yang telah dijabarkan di atas, keseluruhan pengertian tersebut menandakan bahwa pengertian perikatan yang dimaksud adalah suatu pengertian yang abstrak, yaitu suatu hal yang tidak dapat dilihat tetapi hanya dapat dibayangkan dalam pikiran kita. Untuk mengkonkretkan pengertian perikatan yang abstrak maka perlu adanya suatu perjanjian. Oleh karena itu, hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah demikian, bahwa perikatan itu dilahirkan dari suatu perjanjian.
Bila ditinjau lebih lanjut dari pengertian perikatan, maka dapat kita ketahui bersama bahwa dalam satu perikatan paling sedikit terdapat satu hak dan satu kewajiban. Suatu persetujuan dapat menimbulkan satu atau beberapa perikatan tergantung dari jenis persetujuannya. Untuk lebih dapat dipahami dapat dikemukakan dalam contoh berikut ini :
1. A menitipkan sepeda motornya dengan cuma-cuma kepada B, maka terjadilah perikatan antara A dengan B yang menimbulkan hak pada A untuk menerima kembali sepeda motornya tersebut dan kewajiban pada B untuk meyerahkan sepeda motor tersebut.
2. A menjual mobilnya kepada B, maka timbul perikatan antara A dengan B yang menimbulkan kewajiban pada A untuk menyerahkan mobilnya dan hak pada B atas penyerahan mobil tersebut. Selain itu juga menimbulkan kewajiban pada A untuk menerima pembayaran dan kewajiban pada B untuk membayar kepada A.

No comments:

Post a Comment