Thursday, October 14, 2010

Perdagangan Internasional

Perdagangan internasional

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Perdagangan internasional adalah perdagangan yang dilakukan oleh penduduk suatu negara dengan penduduk negara lain atas dasar kesepakatan bersama. Penduduk yang dimaksud dapat berupa antarperorangan (individu dengan individu), antara individu dengan pemerintah suatu negara atau pemerintah suatu negara dengan pemerintah negara lain. Di banyak negara, perdagangan internasional menjadi salah satu faktor utama untuk meningkatkan GDP. Meskipun perdagangan internasional telah terjadi selama ribuan tahun (lihat Jalur Sutra, Amber Road), dampaknya terhadap kepentingan ekonomi, sosial, dan politik baru dirasakan beberapa abad belakangan. Perdagangan internasional pun turut mendorong Industrialisasi, kemajuan transportasi, globalisasi, dan kehadiran perusahaan multinasional.


Teori Perdagangan Internasional

Menurut Amir M.S., bila dibandingkan dengan pelaksanaan perdagangan di dalam negeri, perdagangan internasional sangatlah rumit dan kompleks. Kerumitan tersebut antara lain disebabkan karena adanya batas-batas politik dan kenegaraan yang dapat menghambat perdagangan, misalnya dengan adanya bea, tarif, atau quota barang impor.

Selain itu, kesulitan lainnya timbul karena adanya perbedaan budaya, bahasa, mata uang, taksiran dan timbangan, dan hukum dalam perdagangan.


Faktor Spesifik

Dalam model ini, mobilitas buruh antara industri satu dan yang lain sangatlah mungkin ketika modal tidak bergerak antar industri pada satu masa pendek. Faktor spesifik merujuk ke pemberian yaitu dalam faktor spesifik jangka pendek dari produksi, seperti modal fisik, tidak secara mudah dipindahkan antar industri. Teori mensugestikan jika ada peningkatan dalam harga sebuah barang, pemilik dari faktor produksi spesifik ke barang tersebut akan untuk pada term sebenarnya. Sebagai tambahan, pemilik dari faktor produksi spesifik berlawanan (seperti buruh dan modal) cenderung memiliki agenda bertolak belakang ketika melobi untuk pengednalian atas imigrasi buruh. Hubungan sebaliknya, kedua pemilik keuntungan bagi pemodal dan buruh dalam kenyataan membentuk sebuah peningkatan dalam pemenuhan modal. Model ini ideal untuk industri tertentu. Model ini cocok untuk memahami distribusi pendapatan tetapi tidak untuk menentukan pola pedagangan.


Manfaat perdagangan internasional

Menurut Sadono Sukirno, manfaat perdagangan internasional adalah sebagai berikut.

  • Memperoleh barang yang tidak dapat diproduksi di negeri sendiri
    Banyak faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan hasil produksi di setiap negara. Faktor-faktor tersebut diantaranya : Kondisi geografi, iklim, tingkat penguasaan iptek dan lain-lain. Dengan adanya perdagangan internasional, setiap negara mampu memenuhi kebutuhan yang tidak diproduksi sendiri.
  • Memperoleh keuntungan dari spesialisasi
    Sebab utama kegiatan perdagangan luar negeri adalah untuk memperoleh keuntungan yang diwujudkan oleh spesialisasi. Walaupun suatu negara dapat memproduksi suatu barang yang sama jenisnya dengan yang diproduksi oleh negara lain, tapi ada kalanya lebih baik apabila negara tersebut mengimpor barang tersebut dari luar negeri.
  • Memperluas pasar dan menambah keuntungan
    Terkadang, para pengusaha tidak menjalankan mesin-mesinnya (alat produksinya) dengan maksimal karena mereka khawatir akan terjadi kelebihan produksi, yang mengakibatkan turunnya harga produk mereka. Dengan adanya perdagangan internasional, pengusaha dapat menjalankan mesin-mesinnya secara maksimal, dan menjual kelebihan produk tersebut keluar negeri.
  • Transfer teknologi modern
    Perdagangan luar negeri memungkinkan suatu negara untuk mempelajari teknik produksi yang lebih efesien dan cara-cara manajemen yang lebih modern.

Faktor pendorong

Banyak faktor yang mendorong suatu negara melakukan perdagangan internasional, di antaranya sebagai berikut :


Peraturan/Regulasi Perdagangan Internasional

Umumnya perdagangan diregulasikan melalui perjanjian bilatera antara dua negara. Selama berabad-abad dibawah kepercayaan dalam Merkantilisme kebanyakan negara memiliki tarif tinggi dan banyak pembatasan dalam perdagangan internasional. pada abad ke 19, terutama di Britania, ada kepercayaan akan perdagangan bebas menjadi yang terpenting dan pandangan ini mendominasi pemikiran diantaranegara barat untuk beberapa waktu sejak itu dimana hal tersebut membawa mereka ke kemunduran besar Britania. Pada tahun-tahun sejak Perang Dunia II, perjanjian multilateral kontroversial seperti GATT dab WTO memberikan usaha untuk membuat regulasi lobal dalam perdagangan internasional. Kesepakatan perdagangan tersebut kadang-kadang berujung pada protes dan ketidakpuasan dengan klaim dari perdagangan yang tidak adil yang tidak menguntungkan secara mutual.

Perdagangan bebas biasanya didukung dengan kuat oleh sebagian besar negara yang berekonomi kuat, walaupun mereka kadang-kadang melakukan proteksi selektif untuk industri-industri yang penting secara strategis seperti proteksi tarif untuk agrikultur oleh Amerika Serikat dan Eropa. Belanda dan Inggris Raya keduanya mendukung penuh perdagangan bebas dimana mereka secara ekonomis dominan, sekarang Amerika Serikat, Inggris, Australia dan Jepang merupakan pendukung terbesarnya. Bagaimanapun, banyak negara lain (seperti India, Rusia, dan Tiongkok) menjadi pendukung perdagangan bebas karena telah menjadi kuat secara ekonomi. Karena tingkat tarif turun ada juga keinginan untuk menegosiasikan usaha non tarif, termasuk investasi luar negri langsung, pembelian, dan fasilitasi perdagangan. Wujud lain dari biaya transaksi dihubungkan dnegan perdagangan pertemuan dan prosedur cukai.

Umumnya kepentingan agrikultur biasanya dalam koridor dari perdagangan bebas dan sektor manufaktur seringnya didukung oleh proteksi. Ini telah berubah pada beberapa tahun terakhir, bagaimanapun. Faktanya, lobi agrikultur, khususnya di Amerika Serikat, Eropa dan Jepang, merupakan penanggung jawab utama untuk peraturan tertentu pada perjanjian internasional besar yang memungkinkan proteksi lebih dalam agrikultur dibandingkan kebanyakan barang dan jasa lainnya.

Selama reses ada seringkali tekanan domestik untuk meningkatkan arif dalam rangka memproteksi industri dalam negri. Ini terjadi di seluruh dunia selama Depresi Besar membuat kolapsnya perdagangan dunia yang dipercaya memperdalam depresi tersebut.

Regulasi dari perdagangan internasional diselesaikan melalui World Trade Organization pada level global, dan melalui beberapa kesepakatan regional seperti MerCOSUR di Amerika Selatan, NAFTA antara Amerika Serikat, Kanada dan Meksiko, dan Uni EropaFree Trade Area of America (FTAA) gagal total karena penolakan dari populasi negara-negara Amerika Latin. Kesepakatan serupa seperti MAI (Multilateral Agreement on Invesment) juga gagal pada tahun-tahun belakangan ini. anatara 27 negara mandiri. Pertemuan Buenos Aires tahun 2005 membicarakan pembuatan dari

Opportunity Cost/Biaya Peluang

Opportunity Cost/Biaya Peluang
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Walaupun biaya peluang (opportunity cost) kadang-kadang sulit untuk dihitung, efek dari biaya peluang sangatlah universal dan nyata pada tingkat perorangan. Bahkan, prinsip ini dapat diaplikasikan kepada semua keputusan, dan bukan hanya bidang ekonomi. Sejak kemunculannya dalam karya seorang ekonom Jerman bernama Freidrich von Wieser, sekarang biaya peluang dilihat sebagai dasar dari teori nilai marjinal.

Biaya peluang merupakan salah satu cara untuk melakukan perhitungan dari sesuatu biaya. Bukan saja untuk mengenali dan menambahkan biaya ke proyek, tetapi juga mengenali cara alternatif lainnya untuk menghabiskan suatu jumlah uang yang sama. Keuntungan yang akan hilang sebagai akibat dari alternatif terbaik lainnya; adalah merupakan biaya peluang dari pilihan pertama. Sebuah contoh umum adalah seorang petani yang memilih mengolah pertaniannya dibandingkan dengan menyewakannya ke tetangga. Maka, biaya peluangnya adalah keuntungan yang hilang dari menyewakan lahan tersebut. Dalam kasus ini, sang petani mungkin mengharapkan untuk mendapatkan keuntungan yang lebih besar dari pekerjaan yang dilakukannya sendiri. Begitu juga dengan memasuki universitas dan mengabaikan upah yang akan diterima jika memilih menjadi pekerja, yang dibanding dengan biaya pendidikan, buku, dan barang lain yang diperlukan (sebagai biaya total dari kehadirannya di universitas). Contoh lainnya ialah biaya peluang dari melancong ke Bahamas, yang mungkin merupakan uang untuk pembayaran cicilan rumah.

Perlu diingat bahwa biaya peluang bukanlah jumlah dari alternatif yang ada, melainkan lebih kepada keuntungan dari suatu pilihan alternatif yang terbaik. Biaya peluang yang mungkin dari keputusan sebuah kota membangun rumah sakit di lahan kosong, merupakan kerugian dari lahan untuk gelanggang olahraga, atau ketidakmampuan untuk menggunakan lahan menjadi sebuah tempat parkir, atau uang yang bisa didapat dari menjual lahan tersebut, atau kerugian dari penggunaan-pengguaan lainnya yang beragam - tapi bukan merupakan agregat dari semuanya (ditotalkan). Biaya peluang yang sebenarnya, merupakan keuntungan yang akan hilang dalam jumlah terbesar diantara alternatif-alternatif yang telah disebutkan tadi.

Satu pertanyaan yang muncul dari ini ialah bagaimana menghitung keuntungan dari alternatif yang tidak sama. Kita harus menentukan sebuah nilai uang yang dihubungkan dengan tiap alternatif untuk memfasilitasi pembandingan dan penghitungan biaya peluang, yang hasilnya lebih-kurang akan menyulitkan untuk dihitung, tergantung dari benda yang akan kita bandingkan. Contohnya, untuk keputusan-keputusan yang melibatkan dampak lingkungan, nilai uangnya sangat sulit untuk dihitung karena ketidakpastian ilmiah. Menilai kehidupan seorang manusia atau dampak ekonomi dari tumpahnya minyak di Alaska, akan melibatkan banyak pilihan subyektif dengan implikasi etisnya.

Kegagalan Pasar

Kegagalan Pasar

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Dalam ekonomi mikro, istilah "kegagalan pasar" tidak berarti bahwa sebuah pasar tidak lagi berfungsi. Malahan, sebuah kegagalan pasar adalah situasi dimana sebuah pasar efisien dalam mengatur produksi atau alokasi barang dan jasa ke konsumen. Ekonom normalnya memakai istilah ini pada situasi dimana inefisiensi sudah dramatis, atau ketika disugestikan bahwa institusi non pasar akan memberi hasil yang diinginkan. Di sisi lain, pada konteks politik, pemegang modal atau saham menggunakan istilah kegagalan pasar untuk situasi saat pasar dipaksa untuk tidak melayani "kepentingan publik", sebuah pernyataan subyektif yang biasanya dibuat dari landasan moral atau sosial.

Empat jenis utama penyebab kegagalan pasar adalah :

  • Monopoli atau dalam kasus lain dari penyalahgunaan dari kekuasaan pasar dimana "sebuah" pembeli atau penjual bisa memberi pengaruh signifikan pada harga atau keluaran. Penyalahgunaan kekuasaan pasar bisa dikurangi dengan menggunakan undang-undang anti-trust.
  • Eksternalitas, dimana terjadi dalam kasus dimana "pasar tidak dibawa kedalam akun dari akibat aktivitas ekonomi didalam orang luar/asing." Ada eksternalitas positif dan eksternalitas negatif. Eksternalitas positif terjadi dalam kasus seperti dimana program kesehatan keluarga di televisi meningkatkan kesehatan publik. Eksternalitas negatif terjadi ketika proses dalam perusahaan menimbulkan polusi udara atau saluran air. Eksternalitas negatif bisa dikurangi dengan regulasi dari pemerintah, pajak, atau subsidi, atau dengan menggunakan hak properti untuk memaksa perusahaan atau perorangan untuk menerima akibat dari usaha ekonomi mereka pada taraf yang seharusnya.
  • Barang publik seperti pertahanan nasional dan kegiatan dalam kesehatan publik seperti pembasmian sarang nyamuk. Contohnya, jika membasmi sarang nyamuk diserahkan pada pasar pribadi, maka jauh lebih sedikit sarang yang mungkin akan dibasmi. Untuk menyediakan penawaran yang baik dari barang publik, negara biasanya menggunakan pajak-pajak yang mengharuskan semua penduduk untuk membayar pda barang publik tersebut (berkaitan dengan pengetahuan kurang dari eksternalitas positif pada pihak ketiga/kesejahteraan sosial).
  • Kasus dimana terdapat informasi asimetris atau ketidak pastian (informasi yang inefisien). Informasi asimetris terjadi ketika salah satu pihak dari transaksi memiliki informasi yang lebih banyak dan baik dari pihak yang lain. Biasanya para penjua yang lebih tahu tentang produk tersebut daripada sang pembeli, tapi ini tidak selalu terjadi dalam kasus ini. Contohnya, para pelaku bisnis mobil bekas mungkin mengetahui dimana mobil tersebut telah digunakan sebagai mobil pengantar atau taksi, informasi yang tidak tersedia bagi pembeli. Contoh dimana pembeli memiliki informasi lebih baik dari penjual merupaka penjualan rumah atau vila, yang mensyaratkan kesaksian penghuni sebelumnya. Seorang broker real estate membeli rumah ini mungkin memiliki informasi lebih tentang rumah tersebut dibandingkan anggota keluarga yang ditinggalkan. Situasi ini dijelaskan pertamakali oleh Kenneth J. Arrow di artikel seminar tentang kesehatan tahun 1963 berjudul "ketidakpastian dan Kesejahteraan Ekonomi dari Kepedulian Kesehatan," di dalam American Economic Review. George Akerlof kemudian menggunakan istilah informasi asimetris pada karyanya ditahun 1970 The Market for Lemons. Akerlof menyadari bahwa , dalam pasar seperti itu, nilai rata-rata dari komoditas cenderung menurun, bahkan untuk kualitas yang sangat sempurna kebaikannya, karena para pembelinya tidak memiliki cara untuk mengetahui apakah produk yang mereka beli akan menjadi sebuah "lemon" (produk yang menyesatkan).

Model Permintaan dan Penawaran




Model permintaan dan penawaran menjelaskan bagaimana harga beragam sebagai hasil dari keseimbangan antara ketersediaan produk pada tiap harga (penawaran) dengan kebijakan distribusi dan keinginan dari mereka dengan kekuatan pembelian pada tiap harga (permintaan). Grafik ini memperlihatkan sebuah pergeseran ke kanan dalam permintaan dari D1 ke D2 bersama dengan peningkatan harga dan jumlah yang diperlukan untuk mencapai sebuah titik keseimbangan (equibilirium) dalam kurva penawaran (S).

Dalam ekonomi terdapat permintaan (demand) dan penawaran (supply) yang saling bertemu dan membentuk satu titik pertemuan dalam satuan harga dan kuantitas (jumlah barang). Setiap transaksi perdagangan pasti ada permintaan, penawaran, harga dan kuantitas yang saling mempengaruhi satu sama lain.

A. Pengertian/Arti Definisi Permintaan dan Penawaran

Permintaan adalah sejumlah barang yang dibeli atau diminta pada suatu harga dan waktu tertentu. Sedangkan pengertian penawaran adalah sejumlah barang yang dijual atau ditawarkan pada suatu harga dan waktu tertentu.

Contoh permintaan adalah di pasar kebayoran lama yang bertindak sebagai permintaan adalah pembeli sedangkan penjual sebagai penawaran. Ketika terjadi transaksi antara pembeli dan penjual maka keduanya akan sepakat terjadi transaksi pada harga tertentu yang mungkin hasil dari tawar-menawar yang alot.

B. Hukum Permintaan dan Hukum Penawaran

Jika semua asumsi diabaikan (ceteris paribus) : Jika harga semakin murah maka permintaan atau pembeli akan semakin banyak dan sebaliknya. Jika harga semakin rendah/murah maka penawaran akan semakin sedikit dan sebaliknya.

Semua terjadi karena semua ingin mencari kepuasan (keuntungan) sebesar-besarnya dari harga yang ada. Apabila harga terlalu tinggi maka pembeli mungkin akan membeli sedikit karena uang yang dimiliki terbatas, namun bagi penjual dengan tingginya harga ia akan mencoba memperbanyak barang yang dijual atau diproduksi agar keuntungan yang didapat semakin besar. Harga yang tinggi juga bisa menyebabkan konsumen/pembeli akan mencari produk lain sebagai pengganti barang yang harganya mahal.

C. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Permintaan (Demand)

1. Perilaku konsumen / selera konsumen
Saat ini handphone blackberry sedang trend dan banyak yang beli, tetapi beberapa tahun mendatang mungkin blackberry sudah dianggap kuno.

2. Ketersediaan dan harga barang sejenis pengganti dan pelengkap
Jika roti tawar tidak ada atau harganya sangat mahal maka meises, selai dan margarin akan turun permintaannya.

3. Pendapatan/penghasilan konsumen
Orang yang punya gaji dan tunjangan besar dia dapat membeli banyak barang yang dia inginkan, tetapi jika pendapatannya rendah maka seseorang mungkin akan mengirit pemakaian barang yang dibelinya agar jarang beli.

4. Perkiraan harga di masa depan
Barang yang harganya diperkirakan akan naik, maka orang akan menimbun atau membeli ketika harganya masih rendah misalnya seperti bbm/bensin.

5. Banyaknya/intensitas kebutuhan konsumen
Ketika flu burung dan flu babi sedang menggila, produk masker pelindung akan sangat laris. Pada bulan puasa (ramadhan) permintaan belewah, timun suri, cincau, sirup, es batu, kurma, dan lain sebagainya akan sangat tinggi dibandingkan bulan lainnya.

D. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Tingkat Penawaran (Suply)

1. Biaya produksi dan teknologi yang digunakan
Jika biaya pembuatan/produksi suatu produk sangat tinggi maka produsen akan membuat produk lebih sedikit dengan harga jual yang mahal karena takut tidak mampu bersaing dengan produk sejenis dan produk tidak laku terjual. Dengan adanya teknologi canggih bisa menyebabkan pemangkasan biaya produksi sehingga memicu penurunan harga.

2. Tujuan Perusahaan
Perusahaan yang bertujuan mencari keuntungan sebesar-besarnya (profit oriented) akan menjual produknya dengan marjin keuntungan yang besar sehingga harga jual jadi tinggi. Jika perusahaan ingin produknya laris dan menguasai pasar maka perusahaan menetapkan harga yang rendah dengan tingkat keuntungan yang rendah sehingga harga jual akan rendah untuk menarik minat konsumen.

3. Pajak
Pajak yang naik akan menyebabkan harga jual jadi lebih tinggi sehingga perusahan menawarkan lebih sedikit produk akibat permintaan konsumen yang turun.

4. Ketersediaan dan harga barang pengganti/pelengkap
Jika ada produk pesaing sejenis di pasar dengan harga yang murah maka konsumen akan ada yang beralih ke produk yang lebih murah sehingga terjadi penurunan permintaan, akhirnya penawaran pun dikurangi.

5. Prediksi / perkiraan harga di masa depan
Ketika harga jual akan naik di masa mendatang perusahaan akan mempersiapkan diri dengan memperbanyak output produksi dengan harapan bisa menawarkan/menjual lebih banyak ketika harga naik akibat berbagai faktor.

Mikro Ekonomi

Ekonomi mikro
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Ilmu ekonomi mikro (sering juga ditulis mikroekonomi) adalah cabang dari ilmu ekonomi yang mempelajari perilaku konsumen dan perusahaan serta penentuan harga-harga pasar dan kuantitas faktor input, barang, dan jasa yang diperjualbelikan. Ekonomi mikro meneliti bagaimana berbagai keputusan dan perilaku tersebut mempengaruhi penawaran dan permintaan atas barang dan jasa, yang akan menentukan harga; dan bagaimana harga, pada gilirannya, menentukan penawaran dan permintaan barang dan jasa selanjutnya. Individu yang melakukan kombinasi konsumsi atau produksi secara optimal, bersama-sama individu lainnya di pasar, akan membentuk suatu keseimbangan dalam skala makro; dengan asumsi bahwa semua hal lain tetap sama (ceteris paribus).

Kebalikan dari ekonomi mikro ialah ekonomi makro, yang membahas aktivitas ekonomi secara keseluruhan, terutama mengenai pertumbuhan ekonomi, inflasi, pengangguran, berbagai kebijakan perekonomian yang berhubungan, serta dampak atas beragam tindakan pemerintah (misalnya perubahan tingkat pajak) terhadap hal-hal tersebut.


Salah satu tujuan ekonomi mikro adalah menganalisa pasar beserta mekanismenya yang membentuk harga relatif kepada produk dan jasa, dan alokasi dari sumber terbatas diantara banyak penggunaan alternatif. Ekonomi mikro menganalisa kegagalan pasar, yaitu ketika pasar gagal dalam memproduksi hasil yang efisien; serta menjelaskan berbagai kondisi teoritis yang dibutuhkan bagi suatu pasar persaingan sempurna. Bidang-bidang penelitian yang penting dalam ekonomi mikro, meliputi pembahasan mengenai keseimbangan umum (general equilibrium), keadaan pasar dalam informasi asimetris, pilihan dalam situasi ketidakpastian, serta berbagai aplikasi ekonomi dari teori permainan. Juga mendapat perhatian ialah pembahasan mengenai elastisitas produk dalam sistem pasar.


Teori penawaran dan permintaan biasanya mengasumsikan bahwa pasar merupakan pasar persaingan sempurna. Implikasinya ialah terdapat banyak pembeli dan penjual di dalam pasar, dan tidak satupun diantara mereka memiliki kapasitas untuk mempengaruhi harga barang dan jasa secara signifikan. Dalam berbagai transaksi di kehidupan nyata, asumsi ini ternyata gagal, karena beberapa individu (baik pembeli maupun penjual) memiliki kemampuan untuk mempengaruhi harga. Seringkali, dibutuhkan analisa yang lebih mendalam untuk memahami persamaan penawaran-permintaan terhadap suatu barang. Bagaimanapun, teori ini bekerja dengan baik dalam situasi yang sederhana.

Ekonomi arus utama (mainstream economics) tidak berasumsi apriori bahwa pasar lebih disukai daripada bentuk organisasi sosial lainnya. Bahkan, banyak analisa telah dilakukan untuk membahas beragam kasus yang disebut "kegagalan pasar", yang mengarah pada alokasi sumber daya yang suboptimal, bila ditinjau dari sudut pandang tertentu (contoh sederhananya ialah jalan tol, yang menguntungkan semua orang untuk digunakan tetapi tidak langsung menguntungkan mereka untuk membiayainya). Dalam kasus ini, ekonom akan berusaha untuk mencari kebijakan yang akan menghindari kesia-siaan langsung di bawah kendali pemerintah, secara tidak langsung oleh regulasi yang membuat pengguna pasar untuk bertindak sesuai norma konsisten dengan kesejahteraan optimal, atau dengan membuat "pasar yang hilang" untuk memungkinkan perdagangan efisien dimana tidak ada yang pernah terjadi sebelumnya. Hal ini dipelajari di bidang tindakan kolektif. Harus dicatat juga bahwa "kesejahteraan optimal" biasanya memakai norma Pareto, dimana dalam aplikasi matematisnya efisiensi Kaldor-Hicks, tidak konsisten dnegan norma utilitarian dalam sisi normatif dari ekonomi yang mempelajari tindakan kolektif, disebut pilihan masyarakat/publik. Kegagalan pasar dalam ekonomi positif (ekonomi mikro) dibatasi dalam implikasi tanpa mencampurkan kepercayaan para ekonom dan teorinya.

Permintaan untuk berbagai komoditas oleh perorangan biasanya disebut sebagai hasil dari proses maksimalisasi kepuasan. Penafsiran dari hubungan antara harga dan kuantitas yang diminta dari barang yang diberi, memberi semua barang dan jasa yang lain, pilihan pengaturan seperti inilah yang akan memberikan kebahagiaan tertinggi bagi para konsumen.


Model operasi

Diasumsikan bahwa semua perusahaan mengikuti pembuatan keputusan rasional, dan akan memproduksi pada keluaran maksimalisasi keuntungan. Dalam asumsi ini, ada empat kategori dimana keuntungan perusahaan akan dipertimbangkan:

* Sebuah perusahaan dikatakan membuat sebuah keuntungan ekonomi ketika average total cost lebih rendah dari setiap produk tambahan pada keluaran maksimalisasi keuntungan. Keuntungan ekonomi adalah setara dengan kuantitas keluaran dikali dengan perbedaan antara average total cost dan harga.
* Sebuah perusahaan dikatakan membuat sebuah keuntungan normal ketika keuntungan ekonominya sama dengan nol. Keadaan ini terjadi ketika average total cost setara dengan harga pada keluaran maksimalisasi keuntungan.
* Jika harga adalah di antara average total cost dan average variable cost pada keluaran maksimalisasi keuntungan, maka perusahaan tersebut dalam kondisi kerugian minimal. Perusahaan ini harusnya masih meneruskan produksi, karena kerugiannya akan makin membesar jika berhenti produksi. Dengan produksi terus menerus, perusahaan bisa menaikkan biaya variabel dan akhirnya biaya tetap, tetapi dengan menghentikan semuanya akan mengakibatkan kehilangan semua biaya tetapnya.
* Jika harga dibawah average variable cost pada maksimalisasi keuntungan, perusahaan harus melakukan penghentian. Kerugian diminimalisir dengan tidak memproduksi sama sekali, karena produksi tidak akan menghasilkan keuntungan yang cukup signifikan untuk membiayai semua biaya tetap dan bagian dari biaya variabel. Dengan tidak berproduksi, kerugian perusahaan hanya pada biaya tetap. Dengan kehilangan biaya tetapnya, perusahaan menemui tantangan. Akan keluar dari pasar seutuhnya atau tetap bersaing dengan risiko kerugian menyeluruh.

Penerapan ekonomi mikro

Ekonomi mikro yang diterapkan termasuk area besar belajar, banyak diantaranya menggambarkan metode dari yang lainnya. Regulasi dan organisasi industri mempelajari topik seperti masuk dan keluar dari firma, inovasi, aturan merek dagang. Hukum dan Ekonomi menerapkan prinsip ekonomi mikro ke pemilihan dan penguatan dari berkompetisi dengan rezim legal dan efisiensi relatifnya. Ekonomi Perburuhan mempelajari upah, kepegawaian, dan dinamika pasar buruh. Finansial publik (juga dikenal dengan ekonomi publik) mempelajari rancangan dari pajak pemerintah dan kebijakan pengeluaran dan efek ekonomi dari kebijakan-kebijakan tersebut (contohnya, program asuransi sosial). Ekonomi kesehatan mempelajari organisasi dari sistem kesehatan, termasuk peran dari pegawai kesehatan dan program asuransi kesehatan. Politik ekonomi mempelajari peran dari institusi politik dalam menentukan keluarnya sebuah kebijakan. Ekonomi kependudukan, yang mempelajari tantangan yang dihadapi oleh kota-kota, seperti gepeng, polusi air dan udara, kemacetan lalu-lintas, dan kemiskinan, digambarkan dalam geografi kependudukan dan sosiologi. Finansial Ekonomi mempelajari topik seperti struktur dari portofolio yang optimal, rasio dari pengembalian ke modal, analisa ekonometri dari keamanan pengembalian, dan kebiasaan finansial korporat. Bidang Sejarah ekonomi mempelajari evolusi dari ekonomi dan institusi ekonomi, menggunakan metode dan teknik dari bidang ekonomi, sejarah, geografi, sosiologi, psikologi dan ilmu politik.

Ekonomi Indonesia

Ekonomi Indonesia
Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Indonesia memiliki ekonomi berbasis-pasar di mana pemerintah memainkan peranan penting. Pemerintah memiliki lebih dari 164 BUMN dan menetapkan harga beberapa barang pokok, termasuk bahan bakar, beras, dan listrik. Setelah krisis finansial Asia yang dimulai pada pertengahan 1997, pemerintah menjaga banyak porsi dari aset sektor swasta melalui pengambilalihan pinjaman bank tak berjalan dan asset perusahaan melalui proses penstrukturan hutang.

Latar belakang
Selama lebih dari 30 tahun pemerintahan Orde Baru Presiden Soeharto, ekonomi Indonesia tumbuh dari GDP per kapita $70 menjadi lebih dari $1.000 pada 1996. Melalui kebijakan moneter dan keuangan yang ketat, inflasi ditahan sekitar 5%-10%, rupiah stabil dan dapat diterka, dan pemerintah menerapkan sistem anggaran berimbang. Banyak dari anggaran pembangunan dibiayai melalui bantuan asing.

Pada pertengahan 1980-an pemerintah mulai menghilangkan hambatan kepada aktivitas ekonomi. Langkah ini ditujukan utamanya pada sektor eksternal dan finansial dan dirancang untuk meningkatkan lapangan kerja dan pertumbuhan di bidang ekspor non-minyak. GDP nyata tahunan tumbuh rata-rata mendekati 7% dari 1987-1997, dan banyak analisis mengakui Indonesia sebagai ekonomi industri dan pasar utama yang berkembang.

Tingkat pertumbuhan ekonomi yang tinggi dari 1987-1997 menutupi beberapa kelemahan struktural dalam ekonomi Indonesia. Sistem legal sangat lemah, dan tidak ada cara efektif untuk menjalankan kontrak, mengumpulkan hutang, atau menuntut atas kebangkrutan. Aktivitas bank sangat sederhana, dengan peminjaman berdasarkan-"collateral" menyebabkan perluasan dan pelanggaran peraturan, termasuk batas peminjaman. Hambatan non-tarif, penyewaan oleh perusahaan milik negara, subsidi domestik, hambatan ke perdagangan domestik, dan hambatan ekspor seluruhnya menciptakan gangguan ekonomi.

Krisis finansial Asia Tenggara yang melanda Indonesia pada akhir 1997 dengan cepat berubah menjadi sebuah krisis ekonomi dan politik. Respon pertama Indonesia terhadap masalah ini adalah menaikkan tingkat suku bunga domestik untuk mengendalikan naiknya inflasi dan melemahnya nilai tukar rupiah, dan memperketat kebijakan fiskalnya. Pada Oktober 1997, Indonesia dan International Monetary Fund (IMF) mencapai kesepakatan tentang program reformasi ekonomi yang diarahkan pada penstabilan ekonomi makro dan penghapusan beberapa kebijakan ekonomi yang dinilai merusak, antara lain Program Permobilan Nasional dan monopoli, yang melibatkan anggota keluarga Presiden Soeharto. Rupiah masih belum stabil dalam jangka waktu yang cukup lama, hingga pada akhirnya Presiden Suharto terpaksa mengundurkan diri pada Mei 1998. Di bulan Agustus 1998, Indonesia dan IMF menyetujui program pinjaman dana di bawah Presiden B.J Habibie. Presiden Gus Dur yang terpilih sebagai presiden pada Oktober 1999 kemudian memperpanjang program tersebut.


Kajian Pengeluaran Publik

Sejak krisis keuangan Asia di akhir tahun 1990-an, yang memiliki andil atas jatuhnya rezim Suharto pada bulan Mei 1998, keuangan publik Indonesia telah mengalami transformasi besar. Krisis keuangan tersebut menyebabkan kontraksi ekonomi yang sangat besar dan penurunan yang sejalan dalam pengeluaran publik. Tidak mengherankan utang dan subsidi meningkat secara drastis, sementara belanja pembangunan dikurangi secara tajam.

Saat ini, satu dekade kemudian, Indonesia telah keluar dari krisis dan berada dalam situasi dimana sekali lagi negara ini mempunyai sumber daya keuangan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan pembangunan. Perubahan ini terjadi karena kebijakan makroekonomi yang berhati-hati, dan yang paling penting defisit anggaran yang sangat rendah. Juga cara pemerintah membelanjakan dana telah mengalami transformasi melalui "perubahan besar" desentralisasi tahun 2001 yang menyebabkan lebih dari sepertiga dari keseluruhan anggaran belanja pemerintah beralih ke pemerintah daerah pada tahun 2006. Hal lain yang sama pentingnya, pada tahun 2005, harga minyak internasional yang terus meningkat menyebabkan subsidi minyak domestik Indonesia tidak bisa dikontrol, mengancam stabilitas makroekonomi yang telah susah payah dicapai. Walaupun terdapat risiko politik bahwa kenaikan harga minyak yang tinggi akan mendorong tingkat inflasi menjadi lebih besar, pemerintah mengambil keputusan yang berani untuk memotong subsidi minyak.

Keputusan tersebut memberikan US$10 milyar [4] tambahan untuk pengeluaran bagi program pembangunan. Sementara itu, pada tahun 2006 tambahan US$5 milyar [5] telah tersedia berkat kombinasi dari peningkatan pendapatan yang didorong oleh pertumbuhan ekonomi yang stabil secara keseluruhan dan penurunan pembayaran utang, sisa dari krisis ekonomi. Ini berarti pada tahun 2006 pemerintah mempunyai US$15 milyar [6] ekstra untuk dibelanjakan pada program pembangunan. Negara ini belum mengalami 'ruang fiskal' yang demikian besar sejak peningkatan pendapatan yang dialami ketika terjadi lonjakan minyak pada pertengahan tahun 1970an. Akan tetapi, perbedaan yang utama adalah peningkatan pendapatan yang besar dari minyak tahun 1970-an semata-mata hanya merupakan keberuntungan keuangan yang tak terduga. Sebaliknya, ruang fiskal saat ini tercapai sebagai hasil langsung dari keputusan kebijakan pemerintah yang hati hati dan tepat.

Walaupun demikian, sementara Indonesia telah mendapatkan kemajuan yang luar biasa dalam menyediakan sumber keuangan dalam memenuhi kebutuhan pembangunan, dan situasi ini dipersiapkan untuk terus berlanjut dalam beberapa tahun mendatang, subsidi tetap merupakan beban besar pada anggaran pemerintah. Walaupun terdapat pengurangan subsidi pada tahun 2005, total subsidi masih sekitar US$ 10 milyar [7] dari belanja pemerintah tahun 2006 atau sebesar 15 persen dari anggaran total.

Berkat keputusan pemerintahan Habibie (Mei 1998 - Agustus 2001) untuk mendesentralisasikan wewenang pada pemerintah daerah pada tahun 2001, bagian besar dari belanja pemerintah yang meningkat disalurkan melalui pemerintah daerah. Hasilnya pemerintah propinsi dan kabupaten di Indonesia sekarang membelanjakan 37 persen [8] dari total dana publik, yang mencerminkan tingkat desentralisasi fiskal yang bahkan lebih tinggi daripada rata-rata OECD.

Dengan tingkat desentralisasi di Indonesia saat ini dan ruang fiskal yang kini tersedia, pemerintah Indonesia mempunyai kesempatan unik untuk memperbaiki pelayanan publiknya yang terabaikan. Jika dikelola dengan hati-hati, hal tersebut memungkinkan daerah-daerah tertinggal di bagian timur Indonesia untuk mengejar daerah-daerah lain di Indonesia yang lebih maju dalam hal indikator sosial. Hal ini juga memungkinkan masyarakat Indonesia untuk fokus ke generasi berikutnya dalam melakukan perubahan, seperti meningkatkan kualitas layanan publik dan penyediaan infrastruktur seperti yang ditargetkan. Karena itu, alokasi dana publik yang tepat dan pengelolaan yang hati-hati dari dana tersebut pada saat mereka dialokasikan telah menjadi isu utama untuk belanja publik di Indonesia kedepannya.

Sebagai contoh, sementara anggaran pendidikan telah mencapai 17.2 persen [9] dari total belanja publik- mendapatkan alokasi tertinggi dibandingkan sektor lain dan mengambil sekitar 3.9 persen [10] dari PDB pada tahun 2006, dibandingkan dengan hanya 2.0 persen dari PDB pada tahun 2001[11] - sebaliknya total belanja kesehatan publik masih dibawah 1.0 persen dari PDB [12]. Sementara itu, investasi infrastruktur publik masih belum sepenuhnya pulih dari titik terendah pasca krisis dan masih pada tingkat 3.4 persen dari PDB [13]. Satu bidang lain yang menjadi perhatian saat ini adalah tingkat pengeluaran untuk administrasi yang luar biasa tinggi. Mencapai sebesar 15 persen pada tahun 2006 [14], menunjukkan suatu penghamburan yang signifikan atas sumber daya publik.

Ekonomi Pasar Sosial

Tentang Ekonomi Pasar Sosial
Posted on Januari 15, 2008 by Thamrin

Ekonomi Pasar Sosial, tiga kata ini belakangan menjadi konsep yang digadang-gadang sebagai alternatif. Tak sedikit yang membahasnya, mengulas dan menyesuaikannya dengan kebutuhan Indonesia. Tak sedikit pula yang terjebak dan salah memahaminya.

Saya teringat pada sebuah diskusi panel yang saya hadiri tanggal 3 Desember, di gedung CSIS, Jl. Tanah Abang II, Jakarta Pusat, yang sebenarnya membahas persoalan persaingan (kompetisi), UU no. 5 tahun 1999, KPPU, dan kasus Temasek yang baru-baru ini mencuat. Namun karena persoalan persaingan usaha, kompetisi, monopoli, peran negara, atau ekonomi pasar adalah prinsip-prinsip yang dibahas pula didalam ekonomi pasar sosial, maka mau tidak mau bersinggunganlah pembahasan salah satu pembicara dengan konsep ini.

Adalah Faisal Basri, ekonom yang juga pernah menjadi anggota komisioner KPPU, dalam paparannya mengatakan bahwa persoalan kompetisi di Indonesia justru banyak mendapat hambatan dari perilaku badan usaha milik negara (BUMN), yang banyak melakukan monopoli dalam praktek usahanya. Umumnya mereka tak menghendaki persaingan/kompetisi. Oleh karenanya Faisal mengajukan privatisasi sebagai salah satu solusinya dan mengkedepankan kompetisi yang fair dikalangan pelaku usaha. Privatisasi BUMN tersebut tak harus berarti pemodal asing, oleh lokal pun tak mengapa, karena disisi yang lain Faisal mengkritik pula penguasaan modal asing atas beberapa sektor usaha yang ada di Indonesia.

Pendek kata, menurut Faisal Basri kesalahan mendasar yang dimiliki oleh Indonesia adalah tak jelasnya sistem atau ideologi yang mendasari pembangunan ekonomi. Oleh karenanya ia mengusulkan konsep “ekonomi pasar sosial,” yang menurutnya telah memiliki akar di Indonesia dan pernah pula dipromosikan oleh Muhammad Hatta.

Saya tak paham apakah yang dimaksud oleh Faisal Basri adalah koperasi atau sistem ekonomi pasar sosial atau justru sistem ekonomi pasar sosialis? Ketiga pemahaman ini jelas berbeda.

Lebih membingungkan lagi, dalam paparannya kemudian Faisal Basri jelas mengkritik ekonomi pasar yang dianggap semakin membuka peluang pemisahan yang semakin dalam antara kaya dengan miskin. Tak ada yang salah terhadap haknya melontarkan kritik dan argumen. Yang menjadi persoalan adalah tak tersambungnya berbagai penjelasan tersebut.

Soal monopoli BUMN dan keengganan mereka untuk melakukan kompetisi tak dapat disanggah lagi. Mendorong BUMN untuk melakukan privatisasi juga merupakan salah satu cara agar sektor usaha yang dikuasainya menjadi lebih sehat. Disisi yang lain soal privatisasi dan kompetisi ini sangat erat kaitannya dengan ekonomi pasar. Di sistem yang masih menganut ekonomi sentralistik jangan harap akan ada privatisasi atau kompetisi.

Lantas Faisal Basri berkelit dengan jurus ekonomi pasar sosial “ala” Indonesia, yang disebutnya berakar pada budaya dan tradisi Indonesia, yang tidak semata bergantung pada ekonomi pasar.

Lagi-lagi pendapat ini menjadi aneh. Karena tak ada satu literatur pun yang setahu saya pernah menyebutkan “social market economy” berakar pada konsep yang tumbuh di Indonesia. Jika kata “sosial” yang dijadikan alasan untuk mngkaitkan konsep ini dengan Indonesia dan Muhammad Hatta, mungkin yang dimaksud adalah “koperasi,” yang sesungguhnya diadopsi pula oleh Hatta. (Mungkin bisa dibaca dalam bukunya “Mengayuh Diantara Dua Karang”)

Jika tak ada mekanisme ekonomi pasar bagaimana akan ada sebuah kompetisi? Padahal kompetisi ini lah yang disyaratkan (salah satunya), oleh sistem ekonomi pasar sosial.

Ekonomi Syariah

KONSTRUKSI EKONOMI SYARIAH

Juli 17, 2008 oleh nurbadruddin


Berkembangnya kebutuhan membuat manusia melakukan kegiatan alamiyah, dengan mencari dan melakukan pekerjaan yang menghasilkan sebagai mekanisme tukar-menukar dan dengan adanya pola kerja dan nilai dari hasil pekerjaannya menimbulkan adanya transaksi tukar-menukar, baik tenaga kerja dengan gaji yang diterima dan lain sebagainya. Hal ini menciptakan mekanisme-mekanisme yang harus mengatur dari tatanan yang paling terkecil hingga yang terbesar pengaruhnya terhadap transaksi yang dilaksanakan, struktur dan mekanisme inilah yang disebut hukum atau fiqih dalam Islam, yang mengatur hal-hal tersebut dan membuat keputusan apakah perkara ini dapat dilanjutkan maupun tidak.

Dari pengertian diatas dapat disimpulkan fiqih adalah patokan hukum pada transaksi yang dilakukan oleh orang Islam sebagai bahan landasan untuk membuat keputusan sah atau tidak transaksi yang dilaksanakan. Inilah awal dari semaraknya ekonomi Islam yang didengungkan sekarang ini, ekonomi adalah realitas sosial dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari seseorang, selama dia melakukan kegiatan yang didalamnya untuk memenuhi kebutuhan sehari-harinya maupun kebutuhan orang lain inilah disebut rantai kehidupan dan ekonomi. Akan tetapi kenapa harus ekonomi syariah?, dan kenapa harus perbankan syariah?. Ini adalah sebenarnya pertanyaan yang saya bingungkan selama ini, dan kenapa harus mengikuti trend yang ada sekarang, bukankah Islam sudah mengaturnya didalam fiqh muamalah!. Selama transaksi yang dilaksanakan sudah berdasarkan ajaran Islam yaitu berlandaskan Qur’an dan Hadits dan Ijma’ itu sudah cukup, karena didalamnya sudah termuat kandungan etika dan moral dalam bertransaksi maupun pengembangan ilmu ekonomi yang ada sekarang ini.

Realita pasar membenarkan kebutuhan tersebut, karena berkembangnya industri maupun pesaing-pesaingnya membuat menipisnya laba atau keuntungan yang diharapkan dan memeras otak untuk membuat sesuatu yang lebih baru maupun hal-hal yang inovatif agar dilirik dan menjadikan suatu peluang baru dalam industrisasi ekonomi. Hal inilah yang menurut saya hal yang sebenarnya inovatif akan tetapi ketika dikaji secara mendalam, hal-hal tersebut tidak hanya sekedar pemuas pasar dengan menggunakan lebel-lebel tersendiri yang akan lebih menarik kapital untuk bergabung maupun berkecimpung didalamnya. Baik realitas tersebut benar adanya dengan menggunakan suatu prinsip-prinsip hukum yang berbeda tetapi, bukankah seharusnya lebel tersebut tidak dijadikan sebagai perdagangan pada kepentingan pasar bebas yang berkembang pada saat ini. Dan didalam prakteknya, hanya sedikit perubahan yang ada dari pelaksanaan praktek yang terdahulu, dengan beberapa alasan yang dihadapi maupun belum siapnya untuk menjalankan secara keseluruhan dari aturan fiqh muamalah yang seharusnya. Bisa kita tanyakan apakan konsep Mudharabah yang ada dalam tatanan prakteknya sekarang ini sudah murni sesuai dengan konsep yang ditekankan oleh fiqh muamalah?, atau sudahkah konsep murabahah sudah sesuai dengan apa yang ada pada fiqh muamalah? Jawabannya belum sepenuhnya teoritis yang ada sudah melaksanakan hingga banyak penyangkalan yang tidak bisa diterapkan dilapangan sebagai illah pada tatanan prakteknya.

Pada tatanan keseharian praktek ini sudah menjadi suatu yang lumrah, baik kerjasama (mudharabah/musyarakah), kredit (murabahah), jual beli pesan (salam/istitsna) dan lain sebagainya yang berkaitan dengan transaksi dengan transparansi akad maka ini merupakan istilah atau praktek yang ada dalam fiqh muamalah untuk mencapai ‘antaradhin minhuma’ atau adanya suatu kerelaan dikedua belah pihak yang berteransaksi, dan dengan tidak ada sesuatu keterpaksaan maupun unsur penipuan yang terselubung, dan lain sebagainya yang membuat praktek ini menjadi suatu yang tersia-siakan dalam fiqh muamalah, karena kunci dari transaksi yaitu suatu kerelaan dan transparansi pada saat akad pelaksanaannya (kejelasan dalam perhitungan maupun keuntungan), yang terakhir adalah kujujuran disetiap transaksi dan lain sebagainya, karena kunci trakhir ini merupakan letak moralitas dan sebagai sebagai pengontrol sikap personal dan akuntabilitas maupun responsibility.

Transaksi yang ada sekarang adalah bertumpu pada suatu sikap trust dan instant, konsep yang berlaku sekarang merupakan hanya mengandalkan suatu kepercayaan dan juga suatu kecepatan dalam melakukan setiap transaksi, jika hal ini ditelisik lebih dalam ada hal yang terlupakan dalam proses yang dijalankan untuk mencapai akhirnya yaitu mendapatkan barang tersebut melalui suatu negosiasi dan transparansi, walaupun satu yang sulit untuk diterapkan oleh pedagang adalah sikap transparansi untuk produk yang dijual hingga suatu sikap yang paling sulit dicapai adalah kejujuran. Sikap ini adalah landasan dasar untuk menjalankan proses awal dalam menjalankan transaksi sebagai salah satu sub pembangunan ekonomi yang berbasiskan syariat atau etiksa transaksi yang lebih baik, sikap ini harus ditanam lebih dahulu dalam setiap tindakan ke pribadi manusia itu sendiri. Pada transaksi yang dilakukan oleh pedagang sekarang ini jarang sekali mereka mengatakan harga pokok hingga mendapatkan suatu keuntungan, jarak antara mulai dari harga pokok yang didapatkan hingga mencapai harga yang ditawarkan sang pembeli tidak akan pernah mengetahuinya, hanya dapat menerka berapa harga aslinya dan perolehan keuntungan yang didapatkan oleh sang pedagang dengan melalui tahap negosiasi harga yang serendah mungkin dan paling menguntungkan bagi sang pembeli, prilaku ini telah ditunjukkan oleh Rasullauh saw pada perdagangan yang dilakukan oleh beliau dengan menyebutkan harga pokok hingga berapa ia akan mengambil keuntungan, dan terbukti sikap kejujuran yang dibangun membuat kepercayaan yang luar biasa dan memberikan keuntungan secara materil dan juga kepercayaan (trust) konsumen sebagai investasi pada masa mendatang.

Tindakan yang ditunjukkan oleh Rasulullah ini adalah start poin dalam menjalankan roda ekonomi secara keseluruhan, baik secara mikro yang dilakukan oleh pedagang kecil ataupun industri rumahan, maupun secara makro yang dijalankan oleh industri raksasa dan pemerintahan sebagai pemegang kebijakan negara dalam menjalankan roda perekonomian secara keseluruhan. Ketika sikap ini telah ditanam pada diri setiap insan maka tidak ada kehawatiran yang timbul dalam aplikasinya, dan tidak ada juga kehawatiran terhadap sikap monopoli yang diluar kontrol maupun menguasaan yang merugikan pada orang lain demi mencapai suatu keuntungan pribadi yang berlebihan, dalam menjalankan bisa dilihat produk-produk yang dihasilkan oleh syariat dalam transaksi dengan berbagai macam cara melalui transaksi apa saja dengan melalui prosedur fiqih muamalah.

Fiqh muamalah merupakan landasan hukum di setiap transaksi yang dilakukan, dengan melakukan kerjasama (musyarakah/mudharabah), transaksi jual-beli murabahah maupun yang lainnya dapat dijamin akan dapat saling memuaskan. Sedangkan Islam adalah agama yang mengayomi landasan-landasan yang ada didalam fiqh itu sendiri, sedangkan fiqh adalah sub bagian yang membahas secara mendetail dalam setiap langkah yang diambil untuk melakukan tindakan yang dijadikan justifikasi. Ini merupakan awal dari fondasi dalam membangun Ekonomi Islam.

Siklus Ekonomi

Perkembangan keadaan ekonomi sekaang tidak lepas dengan peran pelaku ekonomi yang selalu membangkitkan produksi maupun jasa sebagai produk yang diunggulkan, hingga Schumpeter mengatakan: ‘kemakmuran yang dirasakan sekarang adalah bukan berasal dari penawar kecil yang banyak dan saling menurunkan harganya, tingkat konsumsi yang tinggi ini lebih banyak sebagai akibat yang dikonsentrasikan capital pada industri raksasa yang jumlahnya tidak banyak’, kenyataan yang ada dibuat berasalkan dari industri raksasa yang merajai segala produk hingga tidak adanya pengontrol yang sebanding dan kuat dalam membuat keputusan ketika tidak adanya keseimbangan yang dibuat oleh mereka dan strategi monopilistik pun tidak bias dihindari seperti yang telah terjadi pada pt. indosat dan telkomsel dipegang oleh pt. Temasek Holding. Semua ini hanyalah kemakmuran semu yang dirasakan hanya sementara, keterbukaan, persaingan bebas tidak dilakukan oleh pihak-pihak tertentu membuat sempitnya siklus yang dibuka untuk persaingan, dengan tidak adanya persaingan yang sehat membuat adanya tidak adanya kesembangan antara penawaran dan permintaan yang berjalan yang sebagaimana mestinya.

Realita kemakmuran sementara ini membuat teori Schumpeter dengan siklus ekonomi yang dibuatnya sangatlah realistis dalam siklus berjalan sebagai produksi yang selalu berkesinambungan melalui jalan inovasi, suatu jalan yang membuat jalan-jalan baru sebagai solusi untuk hal-hal yang baru dan menjadi ‘brand’ masa depan yang lebih baik, dengan inovasi ini juga membuat segalanya berjalan menjadi yang lebih baik dalam perkembangan lebih produktif demi mencapai suatu kesinambungan produktifitas dan aktifitas yang berjalan demi mencapai sebuah keseimbangan. Dengan melalui inovasi, yang rentan ritme penciptaan hal yang baru tidaklah melalui waktu yang bersamaan karena proses ini memakan waktu dan pelaku produktifitas yang kreatif dalam kompetisi yang dihadapi oleh setiap produsen setiap sektor industri. Persaingan yang dihadapi oleh setiap pelaku pasar membuat setiap tim kreatif produk untuk membuat hal yang baru di setiap kemasan yang dibuat oleh mereka, hingga setiap kesan yang dibuat adalah paling menarik untuk di konsumsi para pelaku pasar atau konsumen.

Perkembangan yang ada tidak melepaskan akan pemilik modal, “capital loand” adalah diantara kunci berkembangnya perusahaan yang eksis untuk berkembang dalam bisnis yang menopang untuk segala arah, ini merupakan pembangkit untuk melakukan inovasi yang diharapkan sebagai sebuah pertumbuhan yang paling memberikan kontribusi positif dalam ekonomi mikro dan makro, selain hal ini bentuk pinjaman adalah hal yang paling membantu untuk pengembangan produktifitas Marshall dan Kaenesian “progam bantuan pada negara-negara berkembang”, ide inilah yang di laksanakan oleh IMF (International Monetery Finance) dalam membantu melalui pinjaman lunak ke negara-negara berkembang untuk membangun perekonomiannya, semakin tergantungnya akan suatu negara semakin kuatnya negara maju untuk memonitor negara peminjam, dan dampak yang dirasakan adalah semakin kuatnya negara maju untuk memutar produk yang dimilikinya pada negara berkembang tersebut. Ini merupakan kontruksi yang dibuat dengan skala internasional pada siklus yang harus dilalui oleh perekonomian suatu negara yang mendapatkan pinjaman dari negara maju, dan harus disadari oleh negara berkembang yang tidak hanya harus meminjam untuk memajukan produktifitas resours melainkan harus mempertimbang sisi implikasi negatif untuk jangka panjang dari roda perekonomiannya.

Inilah yang harus disadari oleh pemerintah sebagai eksekutor kebijakan perekonomian negara ini, yang harus mempertimbangkan untuk masa mendatang sebagai pertanggung jabawan pada penerus tampuk kebijakan dan kesejahteraan rakyat. Bukan hanya memikirkan kebijakan jangka pendek dan kepentingan golongan yang harus didahului, melainkan kebijaksanaan untuk bersama dan jangka panjang untuk generasi mendatang yang harus dipikirkan bersama.

Sumber : M. Nurbadruddin

API

Sejarah API dan Mengapa API diperlukan?

Pada awal Januari 2004 ini, siaran pers Bank Indonesia secara resmi

mengumumkan implementasi Arsitektur Perbankan Indonesia (API) dimana salah satu

program API adalah mempersyaratkan modal minimum bagi bank umum (termasuk

BPD) menjadi Rp.100 miliar selambat-lambatnya pada tahun 2011.

Setelah melakukan penyelesaian penyusunan cetak biru API pada tahun 2003,

maka sejak tahun 2004 ini secara bertahap dalam jangka waktu lima sampai dengan

sepuluh tahun kedepan API akan diimplementasikan dengan visi yang jelas. Visi

Arsitektur Perbankan Indonesia adalah menciptakan sistim perbankan yang sehat, kuat,

dan efisien guna menciptakan kestabilan sistim keuangan dalam rangka membantu

mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

Pada dasarnya implementasi API di Indonesia seiring dengan implementasi

arsitektur keuangan global yang diprakarsai oleh Bank for Internasional Settelmenst

(BIS). Wacana arsitektur keuangan global mulai berkembang sejak tahun 1998 yang

menginginkan kestabilan keuangan global yang ditenggarai oleh pelajaran berharga pada

masa krisis di kawasan Asia Tenggara dimasa lalu. Krisis perbankan di Asia Tenggara

yang terjadi dimasa lalu ternyata tidak hanya memusingkan Pemerintah dan Bank

Indonesia sebagai otoritas pengawasan bank dengan fungsi yang diembannya sebagai

lender of last resort tetapi juga turut membuat pusing negara-negara pemberi pinjaman

(kreditor asing) pada masa itu. Oleh karenanya sekali lagi dapat dipahami mengapa BIS

mempublikasikan secara gencar akan pentingnya perhatian serius terhadap kestabilan

keuangan melalui program arsitektur keuangan global.

Sistim perbankan yang sehat dibangun dengan permodalan yang kuat sehingga

akan mendorong kepercayaan nasabah (stakeholder) yang selanjutnya bank akan mampu

memperkuat permodalan melalui pemupukan laba ditahan. Selanjutnya perbankan

nasional yang beroperasi secara efisien akan mampu meningkatkan daya saingnya

sehingga tidak hanya jago kandang yaitu hanya mampu bersaing di sekmen pasar

domestik tetapi justru diharapkan produk dan jasa perbankan yang ditawarkan bank

nasional mampu bersaing di pasar internasional. Oleh karenanya, dalam 10 sampai

dengan 15 tahun kedepan, API menginginkan akan terdapat 2 sampai 3 bank dengan

skala bank internasional, 3 sampai 5 bank nasional, 30 sampai 50 bank yang kegiatan

usahanya terfokus pada segmen usaha tertentu dan BPR serta bank dengan kegiatan usaha

terbatas.

Tentu perlu dipertimbangkan mengenai nasib 55 bank yang saat ini belum

mencapai permodalan minimum sebesar Rp.100 milliar. Apa saja yang dapat dilakukan

dalam kurun waktu yang telah ditetapkan?. Upaya yang dilakukan bank dapat dengan

beberapa cara atau kombinasinya yaitu, pertama, diharapkan terdapat penambahan modal

baru baik dari shareholder lama bank maupun investor baru. Kalau pemegang saham

lama dari masing-masing 55 bank tersebut tergolong likuid dan solvable tentu tidak ada

masalah tetapi sebaliknya kalau tidak maka sejak 2004 ini, pemegang saham bank perlu

menyusun suatu strategi yang dituangkan dalam bisnis plan tentang upaya-upaya apa

yang akan dilakukan kedepan mencapai permodalan Rp.100 milliar.

Kedua, upaya yang dapat dilakukan bank adalah penggabungan usaha (merger)

dengan beberapa bank. Merger bank ini seperti orang yang menikah (kawin) dimana dari

hasil perkawinan akan ada penggabungan modal (harta) yang juga menciptakan sinergi

dan efisiensi.

Ketiga, dengan secondary offering di pasar modal (Go-Public), bank akan mampu

meningkatkan permodalan. Tetapi tentu saja bank harus memenuhi persyaratan yang

ditetapkan BAPEPAM sebagai perusahaan Go – Publik.

Keempat, penerbitan pinjaman subordinasi dapat diakui sebagai komponen dalam

perhitungan modal bank. Namun ada ketentuan perbankan yang harus dipenuhi terlebih

dahulu agar pinjaman subordinasi dapat diakui sebagai modal pelengkap dalam struktur

permodalan bank.

Program penguatan struktur permodalan perbankan merupakan kelanjutan dari

program memperkuat ketahanan sistim perbankan yang dilakukan melalui program

restrukturisasi perbankan sejak tahun 1999. Program restrukturisasi perbankan

merupakan upaya mewujudkan stabilitas sistim keuangan yang sangat terkait erat dengan

fungsi Bank Indonesia sebagai lender of last resort. Oleh karenanya visi yang dicapai

API seiring dengan kerangka 3 pilar utama yang diusulkan oleh Basel Accord II yang

terdiri atas pertama, mempertahankan tingkat permodalan minimum dalam rangka

meningkatkan kesetaraan dalam persaingan (level playing field). Agar target 2 sampai 3

bank yang mengarah kepada bank skala internasional dapat dicapai, diperlukan dukungan

peningkatan permodalan perbankan nasional sehingga setara kemampuan permodalannya

dengan bank-bank asing yang beroperasi secara global. Pilar kedua BIS adalah

supervisory review process yang intinya mempersyaratkan otoritas pengawas memastikan

bahwa setiap bank memiliki proses penilaian internal dalam menghitung kecukupan

modal dikaitkan dengan profil risiko. Dukungan permodalan dan risk manajemen

perbankan nasional dalam program API bertujuan agar bank-bank yang tergolong skala

internasional nantinya dapat sejajar dengan bank-bank asing tertutama terbentuknya

kepercayaan asing terhadap perbankan nasional; dan pilar ketiga BIS yang mendorong

terciptanya market dicipline dilakukan dengan cara memperluas aspek pengungkapan

informasi (disclosure) bank.

Pengungkapan informasi bank (disclosure) yang efektif merupakan hal yang

mendasar guna memastikan bahwa para pelaku pasar memahami profil risiko bank secara

menyeluruh dengan kecukupan modal yang disediakan. Transparansi yang dapat

dipercaya akan memberikan manfaat mendorong terciptanya market dicipline sehingga

kepercayaan para penyimpan dana, investor dan stakeholder lainnya dapat dipertahankan.

Pada dasarnya dalam Peraturan Bank Indonesia (PBI) No. 5/8/PBI/2003 tentang

Penerapan Risk Manajemen pada Bank Umum telah mengadopsi praktek risk manajemen

yang sesuai dengan praktek internasional. Hal-hal yang diatur dalam PBI tersebut antara

lain pertama, kewajiban pengawasan aktif dari manajemen bank, termasuk dewan

komisaris; kedua, Ketersediaan kebijakan, prosedur, serta penetapan limit risiko;

ketiga,kecukupan pengukuran dari risiko-risiko yang dihadapi bank, sistim informasi

serta pengendalian eksposur risiko dan keempat, keandalan sistim pengendalian intern

yang komprehensif

Sesuai dengan usulan Basel Accord tersebut, salah satu sasaran yang akan dicapai

dalam rangka pencapaian visi API dilakukan dengan menciptakan good corporate

governance (GCG) melalui penguatan kondisi internal perbankan. Kasus-kasus

perbankan yang terjadi baru-baru ini seperti kasus manipulasi di Bank BNI dan BRI,

menimbulkan kesan seakan-akan skandal kecurangan (fraud) hanya terjadi di Indonesia

pada hal skandal Enron dan World Com juga telah terjadi di negara besar US. Namun

demikian, tidak berarti dengan kejadian di negara lain maka kita menjadi pesimis.

Disisi lain, pada saat ini terdapat berbagai model GCG yang dilakukan oleh

otoritas pengawas lembaga keuangan di berbagai negara dalam rangka meningkatkan

GCG. Sebagai contoh, New York Stock Exchange (NYSE) pada akhir tahun 2003 lalu

juga mengeluarkan penyempurnaan pedoman GCG yang berlaku pada seluruh

perusahaan Go-Publik. Salah satu aturan GCG versi NYSE yang diharuskan dan cukup

radikal adalah tidak mengakui seseorang sebagai kategori direksi independen apabila

yang bersangkutan pernah bekerja lebih dari 5 tahun di perusahaan yang mengangkatnya

sebagai direktur independen. Selain itu, mayoritas jajaran direksi harus tergolong direktur

independen. Prinsipnya independensi ini tidak hanya di atas kertas tetapi dalam

kenyataannya masih sulit diterapkan mengingat campur tangan pemilik mayoritas bank

kadang-kadang sulit untuk dicegah karena masih ada anggapan bahwa yang menggaji

adalah pemegang saham mayoritas.

Salah satu program yang akan dilakukan dalam implementasi API yang dimulai

sejak tahun 2004 ini adalah meningkatkan GCG dengan menetapkan minimum standard

GCG dan mendorong bank-bank untuk go publik. Dengan menjadi bank Go-Publik maka

persyaratan transparansi dan kontrol pengendalian masyarakat menjadi semakin besar,

sehingga kasus-kasus perbankan dikemudian hari dapat diminimalkan untuk tidak

terulang kembali. Paling tidak apabila terjadi kasus-kasus perbankan harus segera

diumumkan sesuai persyaratan bank Go-Publik.

Secara keseluruhan pelaksanaan program implementasi API terdiri atas enam

pilar dan implementasi pilar-pilar dimaksud dilaksanakan dengan 19 inisiatif yang

pelaksanaan seluruhnya dimulai tahun 2004. Program API tersebut tidak hanya

berpengaruh terhadap perbankan nasional tetapi dalam internal pengawasan yang

dilakukan oleh Bank Indonesia juga terdapat aktivitas yang dilakukan melalui kegiatan

pilar 3 yaitu peningkatan fungsi pengawas dan pemeriksa bank yang selama ini

merupakan kewenangan Bank Indonesia.

Salah satu sasaran yang tidak kalah pentingnya terkait dari implementasi

arsitektur perbankan adalah pilar ke enam yaitu program peningkatan perlindungan

nasabah. Memberdayakan kepentingan nasabah melalui penetapan standar penyusunan

mekanisme pengaduan nasabah, pendirian lembaga mediasi independensi, peningkatan

transparansi informasi dan produk perbankan serta edukasi bagi nasabah sejalan dengan

fenomena visi dan misi perusahaan global pada abad 21 ini yaitu “how to satisfy the

customer”.


Ekonomi koperasi

PENGERTIAN EKONOMI KOPERASI

Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip koperasi juga sebagai penigkattan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi bertujuan untuk mensejahterahkan anggota. Berdasarkan pengertian tersebut, yang dapat menjadi anggota koperasi yaitu:

  1. Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi;
  2. Badan hukum koperasi, yaitu suatu koperasi yang menjadi anggota koperasi yang memiliki lingkup lebih luas.

Menurut UU No. 25 tahun 1992 Pasal 5 disebutkan prinsip koperasi, yaitu :

  1. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang bergerak di bidang simpanan dan pinjaman
  2. Koperasi Konsumen koperasi beranggotakan para konsumen dengan menjalankan kegiatannya jual beli menjual barang konsumsi
  3. Koperasi Produsen koperasi beranggotakan para pengusaha kecil (UKM) dengan menjalankan kegiatan pengadaan bahan baku dan penolong untuk anggotanya.
  4. Koperasi Pemasaran koperasi yang menjalankan kegiatan penjualan produk/jasa koperasinya atau anggotanya
  5. Koperasi Jasa Koperasi yang bergerak di bidang usaha jasa lainnya.

Koperasi dibentuk sebagai usaha bersama yang dibangun dengan modal bersama. Modal koperasi berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dan penyisihan sisa hasil usaha. Selain itu, bantuan dari pihak luar, seperti pemerintah ataupun swasta. Koperasi merupakan organisasi yang bersifat terbuka dan sukarela. Tujuan koperasi yaitu meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Untuk mencapai tujuan tersebut anggota koperasi mempunyai kewajiban. Kewajiban yang dimaksud ialah membayar simpanan pokok dan simpanan wajib.


Sumber:www.google.com(28/9/2010)


Koperasi adalah badan usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatan berdasarkan prinsip koperasi juga sebagai penigkattan ekonomi rakyat yang berdasarkan asas kekeluargaan. Koperasi bertujuan untuk mensejahterahkan anggota. Berdasarkan pengertian tersebut, yang dapat menjadi anggota koperasi yaitu:

  1. Perorangan, yaitu orang yang secara sukarela menjadi anggota koperasi;
  2. Badan hukum koperasi, yaitu suatu koperasi yang menjadi anggota koperasi yang memiliki lingkup lebih luas.

Menurut UU No. 25 tahun 1992 Pasal 5 disebutkan prinsip koperasi, yaitu :

  1. Koperasi Simpan Pinjam adalah koperasi yang bergerak di bidang simpanan dan pinjaman
  2. Koperasi Konsumen koperasi beranggotakan para konsumen dengan menjalankan kegiatannya jual beli menjual barang konsumsi
  3. Koperasi Produsen koperasi beranggotakan para pengusaha kecil (UKM) dengan menjalankan kegiatan pengadaan bahan baku dan penolong untuk anggotanya.
  4. Koperasi Pemasaran koperasi yang menjalankan kegiatan penjualan produk/jasa koperasinya atau anggotanya
  5. Koperasi Jasa Koperasi yang bergerak di bidang usaha jasa lainnya.

Koperasi dibentuk sebagai usaha bersama yang dibangun dengan modal bersama. Modal koperasi berasal dari simpanan pokok, simpanan wajib, dan penyisihan sisa hasil usaha. Selain itu, bantuan dari pihak luar, seperti pemerintah ataupun swasta. Koperasi merupakan organisasi yang bersifat terbuka dan sukarela. Tujuan koperasi yaitu meningkatkan kesejahteraan anggotanya. Untuk mencapai tujuan tersebut anggota koperasi mempunyai kewajiban. Kewajiban yang dimaksud ialah membayar simpanan pokok dan simpanan wajib. Sumber:www.google.com(28/9/2010)